Jakarta, 27 Juni 2024 – Catatan Indonesia dalam pemenuhan target energi terbarukannya selama lima tahun terakhir tidak menggembirakan. Selama lima tahun terakhir, Pemerintah Indonesia belum pernah berhasil mencapai target energi terbarukan yang ditentukan sehingga perlu kajian dan tindak lanjut serius. Hal ini penting untuk memetakan konteks situasi dan tantangan implementasi energi terbarukan agar isu tersebut dapat diselesaikan.
Dominasi energi fosil ditengarai menjadi salah satu penyebab melesetnya pencapaian target energi terbarukan ini. Mengingat Indonesia adalah salah satu pihak penandatangan (signatories) Persetujuan Paris, kontribusi Indonesia dalam upaya penurunan emisi diharapkan berpartisipasi aktif dan turut berkontribusi.
Wira Agung Swadana, Manajer Program Ekonomi Hijau Institute for Essential Services Reform (IESR), menyatakan bahwa Indonesia telah membuat sejumlah kebijakan transisi energi seperti Perpres 112/2022 dan comprehensive investment and policy plan, Just Energy Transition Partnership (CIPP JETP). Hal ini menggambarkan pentingnya segera mengurangi ketergantungan pada energi fosil.
“Sebagai salah satu produsen terbesar batubara global, Indonesia sebenarnya menghadapi tantangan sebab negara tujuan ekspor batubara Indonesia mulai menerapkan kebijakan transisi energi dan memprioritaskan batubara lokal,” kata Wira.
Sekretaris Jenderal Dewan Energi Nasional, Djoko Siswanto, dalam sambutan pengantar untuk Forum Energi Daerah yang diselenggarakan oleh Institute for Essential Services Reform (IESR) pada Kamis, 27 Juni 2024 mengatakan bahwa Indonesia berencana untuk menaikkan kelasnya dalam indeks ketahanan energi.
“Dengan indikator ketersediaan (availability), aksesibilitas (accessibility), keterjangkauan (affordability), dan penerimaan (acceptance). Saat ini Indeks Energi Indonesia ada di kategori “tahan” dengan skor 6,64. Kita berupaya untuk menjadi “sangat tahan”, namun masih terkendala dari sisi suplai terutama BBM yang masih impor,” katanya.
Dewan Energi Nasional juga tengah menyelesaikan proses revisi Kebijakan Energi Nasional (KEN). Dokumen ini nantinya akan menjadi pedoman dari berbagai turunan kebijakan energi lainnya seperti Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) dan Rencana Umum Energi Daerah (RUED).
Suharyati, Koordinator Kelompok Kerja Rencana Umum Energi DEN menjelaskan bahwa dalam dokumen KEN yang akan datang memuat sejumlah hal baru antara lain sudah memuat visi net zero emissions Indonesia 2060 atau lebih cepat, bauran energi terbarukan 70-72% dan non energi terbarukan 28-30%, memuat target puncak emisi Indonesia di tahun 2035-2045.
“Kami sedang mengupayakan supaya revisi KEN ini selesai sebelum pemerintahan baru (Oktober 2024),” kata Suharyati.
Proses revisi KEN ini ditunggu oleh Pemerintah Daerah karena akan menjadi acuan perubahan kebijakan Rencana Umum Energi Daerah (RUED).
Mahrita Yanuarty, Perwakilan Bappeda Provinsi Kalimantan Selatan, mengungkapkan aspek harmoni wewenang antar lembaga dari target dan cakupan kebijakan energi adalah hal penting.