Balikpapan, 5 September 2023 – Institute for Essential Services Reform (IESR) menggelar rangkaian acara Jelajah Energi Kalimantan Timur berkolaborasi bersama program Clean Affordable and Secure Energy in Southeast Asia (CASE) dan Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Kalimantan Timur. Rangkaian Jelajah Energi Kalimantan Timur ini dimulai dengan penyelenggaraan workshop pada Selasa, 5 September 2023.
Direktur Ketenagalistrikan, Telekomunikasi, dan Informatika, Kementerian PPN/Bappenas, Rachmat Mardiana memaparkan, pengembangan energi terbarukan melalui ekonomi hijau dan ekonomi biru dapat menjadi potensi penggerak ekonomi baru di wilayah Kalimantan. Hal ini bisa dilakukan melalui upaya pemanfaatan biodiesel, tenaga surya, dan energi alternatif lainnya yang tersebar di seluruh provinsi. Menurut Rachmat, secara regional, pemerintah daerah dapat mendukung melalui Rencana Umum Energi Daerah (RUED) sesuai dengan kewenangan daerah dalam pengembangan energi terbarukan sebagaimana UU 23/2014 tentang pemerintah daerah.
“Terdapat beberapa isu kewilayahan di Kalimantan di antaranya produksi tenaga listrik didominasi energi fosil dengan bauran pembangkit listrik terbarukan relatif rendah, pembangunan ibu kota nusantara (IKN) membutuhkan penyediaan listrik yang terbarukan, infrastruktur ketenagalistrikan terdiri dari sistem interkoneksi Kalimantan yang belum terhubung seluruhnya, serta sistem transmisi tegangan ekstra tinggi belum tersambung untuk mengevakuasi daya energi yang tersebar di seluruh wilayah,” ujar Rachmat dalam pembukaan rangkaian Jelajah Energi Kalimantan Timur.
Untuk mengatasi isu kewilayahan tersebut, lanjut Rachmat, beberapa arah kebijakan perlu diambil seperti pengambangan grid skala kecil terisolasi (isolated mini grid), penyediaan listrik IKN yang hijau, cerdas, dan berkelanjutan, pengembangan jaringan listrik cerdas (smart grid), pengembangan pasokan listrik terintegrasi dengan industri melalui pemanfaatan sumber energi primer, mendorong pemanfaatan energi terbarukan dan mengembangkan interkoneksi antar wilayah.
Kegiatan ini dilanjutkan dengan sesi lokakarya (workshop) pemaparan transisi energi oleh Irwan Sarifuddin, Koordinator Clean Energy Hub IESR. Irwan menjelaskan, untuk melakukan transisi energi berkeadilan, pemerintah daerah tidak boleh hanya memperhatikan nasib pekerja di pertambangan batubara atau Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) saja, melainkan juga perlu memperhatikan para pekerja di daerah-daerah penunjangnya.
“Kita perlu mempersiapkan agar mereka tidak tertinggal, hal ini bisa diartikan sebagai proses transisi energi berkeadilan. IESR telah melakukan studi Redefining Future Jobs pada tahun 2022 yang menunjukkan keuntungan yang didapatkan oleh daerah penghasil batubara, tidak sebanding dengan kerugian yang dirasakan masyarakat di daerah tersebut. Misalnya saja kerugian degradasi lahan dan risiko kesehatan,” terang Irwan.
Setali tiga uang, Penasihat Transisi Energi dari Deutsche Gesellschaft für Internationale Zusammenarbeit (GIZ) Indonesia, Yudiandra Yuwono menekankan, dalam melakukan transisi energi perlu memastikan adanya kesejahteraan masyarakat. Namun demikian, proses transisi energi mempunyai banyak elemen dengan beragam konstituensi sistemik.
“Beberapa tantangan transisi energi seperti kesiapan teknologi, dukungan kebijakan, dan penerimaan masyarakat itu sendiri. Untuk itu, seluruh elemen berperan dalam transisi energi,” kata Yudiandra.
Lokakarya berikutnya berkaitan co-firing dan biogas dari perwakilan IESR dan Dinas ESDM Kalimantan Timur. Rahmat Jaya Eka Saputra, Staff Program Transformasi Energi IESR menuturkan, PLN mengimplementasikan teknologi co-firing di 36 lokasi PLTU dari target 35 lokasi selama 2022. Program co-firing PLN tersebut mampu memproduksi energi bersih sebesar 575,4 GWh dan berhasil menurunkan emisi karbon sebesar 570 ribu ton CO2 dengan memanfaatkan biomassa sebanyak 542 ribu ton.
“Beberapa keuntungan memanfaatkan biomassa dalam co-firing yaitu signifikan menurunkan emisi pada komposisi perbandingan 20-50% proporsi bahan bakar pengganti batubara, serta penyeimbangan karbondioksida didapatkan melalui penanaman kembali tanaman baru yang akan menyerap karbon dioksida. Namun demikian, co-firing merupakan bahan bakar “transisi” dan tidak dapat dijadikan sebagai bahan bakar tumpuan energi masa depan,” jelas Rahmat.
Sonny Widyagara Nadar, Analis Kebijakan Ahli Muda Dinas ESDM Kalimantan Timur menyatakan, potensi biomassa di Kalimantan Timur sekitar 936,14 MW serta biogas 150 MW. Dengan demikian, apabila ditotalkan potensi bioenergi berkisar 1.086,14 MW. Dengan potensi tersebut, beberapa pemanfaatan biomassa dan biogas telah dilakukan. Misalnya saja sekam padi sebagai pupuk atau biomassa. Ada juga pemanfaatan biogas dari kotoran hewan ternak.
“Terdapat beberapa tantangan dalam pemanfaatan biogas dari kotoran hewan ternak yakni menjangkau daerah-daerah terjauh yang mengalami kelangkaan LPG, peningkatan skala biogas untuk ternak komunal, dan hilirisasi pemanfaatan biogas untuk pemanfaatan ekonomi masyarakat,” papar Sonny.
Sesi selanjutnya, Fadhil Ahmad Qamar, Staff Program CASE, IESR menjelaskan, limbah cair kelapa sawit (palm oil mill effluent/POME) memiliki potensi yang dapat diubah menjadi sumber energi alternatif yaitu energi listrik. Menurut Fadhil, 14 juta hektar mampu menghasilkan 146 juta ton setiap tahunnya, kemudian diolah menjadi 35 juta ton crude palm oil (CPO) dan 28,7 juta ton limbah cair. POME umumnya diolah di kolam terbuka dalam kondisi anaerobik dan menghasilkan biogas.
“Pemanfaatan biogas dari POME ini bisa membantu pengurangan emisi gas rumah kaca (GRK), seperti 26 juta ton CO2eq/tahun ketika 100 pabrik memanfaatkan biogas dari POME. Namun demikian, dukungan finansial dan kebijakan diperlukan untuk menciptakan iklim investasi yang baik untuk pengembangan pemanfaatan biogas dari POME,” tegas Fadhil.
Rangkaian kegiatan Jelajah Energi Kalimantan Timur hari pertama ditutup dengan sesi workshop persiapan liputan transisi energi. Kurniawati Hasjanah, Staff Komunikasi IESR menekankan, dalam melakukan liputan transisi energi, jurnalis maupun jurnalisme warga bisa berpatokan pada sejumlah istilah kunci seperti bauran energi, karbon, dan energi alternatif. Berbagai peliputan transisi energi pada dasarnya berada dalam kerangka bagaimana cara mengurangi jejak karbon dalam konsumsi energi dan meningkatkan penggunaan energi alternatif.
“Dalam mempersiapkan liputan transisi energi, biasanya jurnalis membuat kerangka acuan pemberitaan terlebih dahulu yang berisikan topik, angle pemberitaan yang akan diambil, narasumber serta dokumen sebagai referensi, seperti dokumen NDC, Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2021-2030, Perpres 112/2022. Selain itu, perlu juga daftar video dan foto untuk menjadi panduan fotografer untuk melengkapi liputan,” ungkap Kurniawati Hasjanah.