Revolusi energi surya di Indonesia dimulai
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (KESDM) bersama para penggiat energi surya mendeklarasikan Gerakan Nasional Sejuta Listrik Surya Atap di tengah-tengah perhelatan IndoEBTKE Connex di Jakarta, Rabu 13 September 2017.
Deklarasi ini didukung oleh 14 perwakilan yang berasal dari kementerian dan lembaga pemerintah, penggiat energi terbarukan, asosiasi profesi, asosiasi produsen modul surya, lembaga keuangan, serta organisasi non-pemerintah.
Institute for Essential Services Reform (IESR) merupakan salah satu dari inisiator dan pendukung deklarasi ini. IESR, bersama-sama dengan Asosiasi Energi Surya Indonesia (AESI), Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI), Masyarakat Konservasi dan Efisiensi Energi Indonesia (MASKEEI), Persatuan Pengguna Listrik Surya Atap (PPLSA), dan Kementerian ESDM menginisiasi prakarsa nasional sejuta listrik surya atap sejak pertengahan tahun ini.
Gerakan ini dimaksudkan untuk mendukung dan mempercepat pemanfaatan teknologi listrik surya untuk memenuhi target pengembangan energi terbarukan yang telah ditetapkan oleh Kebijakan Energi Nasional (KEN) sebesar 23% dari total bauran energi primer pada 2025. Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) diharapkan berkontribusi sebesar 14% atau 6,4 GW dari total kapasitas 45 GW pembangkit listrik.
Dalam 30 tahun terakhir, kapasitas terpasang pembangkit listrik tenaga surya hanya sebesar 80MW. Jumlah ini jauh tertinggal dibandingkan negara-negara tetangga ASEAN yang ambisius mempercepat pembangunan PLTS dalam lima tahun terakhir.
Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa menyatakan, Indonesia memiliki potensi pasar listrik surya yang cukup besar namun hingga kini perkembangannya sangat lambat. KESDM memperkirakan dengan teknologi modul surya saat ini, potensi PLTS yang dibangun dapat mencapai 500 GW.
Menurut Fabby, target 6,4 GW dapat dengan mudah terpenuhi oleh listrik surya yang dipasang di atap perumahan, bangunan pemerintah dan gedung komersial, rumah ibadah, atap industri, serta fasilitas publik. Deklarasi ini mentargetkan kapasitas satu gigawatt pertama dapat tercapai pada 2020.
Fabby menyampaikan bahwa hal ini dapat tercapai dengan cara mengintegrasikan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) 1 kWp di atap rumah satu juta rumah rakyat yang sedang dibangun KemenPUPERA, yang dapat menambah kapasitas 1 GWp pada 2019. Dengan ini pemerintah juga akan langsung mendapatkan penghematan subsidi listrik yang akan dikonsumsi oleh penghuni rumah yang diperuntukkan untuk masyarat berpenghasilan rendah, dengan sambungan listrik 450 dan 900 VA.
Selain itu apabila 10 persen dari 12,2 juta rumah tangga pelanggan listrik PLN golongan R-1 1300 VA sampai R-3 melakukan pemasangan PLTS di atap, kapasitas listrik surya atap dapat bertambah 3-5 GWp. Sisanya dapat berasal dari instalasi listrik surya atap di bangunan komersial dan industri.
“Menambah 6,4 GWp sebelum 2020 merupakan skenario yang mungkin. Apalagi teknologi PLTS sangat mudah diakses, harganya pun semakin murah dan terjangkau masyarakat.” kata Fabby.
Melalui berkembangnya pasar fotovoltaik diharapkan akan tumbuh industri sistem fotovoltaik di dalam negeri yang berdaya saing tinggi, dan terciptanya kesempatan kerja hijau (green jobs) di seluruh rantai nilai teknologi fotovoltaik. Inisiatif ini juga diharapkan dapat mendorong dan memobilisasi partisipasi masyarakat untuk ikut mengurangi ancaman perubahan iklim, dan ikut mendukung terlaksananya komitmen Indonesia atas Paris Agreement dan upaya mencapai tujuan Sustainable Development Goals (SDGs).
Deklarasi yang dibacakan di tengah-tengah kondisi daya tarik investasi energi terbarukan Indonesia yang terpuruk, diharapkan dapat membangkitkan optimisme dan ketertarikan berbagai pihak terhadap masa depan energi terbarukan di Indonesia.
Walaupun demikian para deklarator menyadari keberhasilan melakukan revolusi energi surya di Indonesia melalui Gerakan Nasional Sejuta Listrik Surya Atap ditentukan oleh koordinasi, kolaborasi dan sinergi (KKS) para penggiat energi terbarukan, pelaku usaha, pemasok teknologi, pemangku kebijakan, lembaga keuangan, dan konsumen. KKS diperlukan untuk menyingkirkan hambatan-hambatan berupa kebijakan dan regulasi, serta akses pada teknologi dan pembiayaan, serta meningkatkan pemahaman dan kepercayaan konsumen terhadap kualitas dan kehandalan teknologi PLTS.
“Deklarasi ini hanyalah sebuah awal, dan langkah awal dari perjalanan panjang yang masih perlu dilakukan. Kami mengharapkan deklarasi ini dapat memperkuat visi, semangat dan menyatukan upaya dari berbagai pihak untuk mewujudkan satu gigawatt pertama PLTS di Indonesia. Paska deklarasi ini, akan dipersiapkan peta jalan dan strategi untuk mencapai target satu gigawatt pertama,” imbuh Fabby.
Deklarasi Gerakan Nasional Sejuta Surya Atap ditandatangani oleh:
- Rida Mulyana, M.Sc, Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral
- E.G Putu Suryawirawan, Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronika, Kementerian Perindustrian
- Ir. Andhika Prastawa, Kepala Balai Besar Teknologi Konservasi Energi, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi
- Surya Darma, Ketua Umum Masyarakat Energi Terbarukan Indonenesia
- Didi Apriadi, Wakil Ketua Umum Konsorsium Kemandirian Industri Fotovoltaik Indonesia
- Arya Rezavidi, MEE, PhD, Sekretaris Jenderal Asosiasi Energi Surya Indonesia
- Ir. Nick Nurachman, Ketua Umum Asosiasi Pabrikan Modul Surya Indonesia
- Y. Bambang Sumaryo, Ketua Umum Perkumpulan Pengguna Listrik Surya Atap
- Fabby Tumiwa, Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR)
- RM Sudjono Respati, Ketua Umum Masyarakat Konservasi dan Efisiensi Energi Indonesia
- Dr. Hamzah Hilal, Ketua Pengawasa Prakarsa Jaringan Cerdas Indonesia
- Abdul Kholik, Ketua Komisi Tetap Energi Surya, Kamar Dagang dan Industri Indonesia
- Roswilman Rusli, Ketua Umum Asosisasi Kontraktor dan Jasa Energi Terbarukan
- H. Dadang Solih, SE, MA, Rektor Universitas Darma Persada