ATURAN TRANSPARAN– Direktur Eksekutif Institute for Essential Service Reform (IESR) Fabby Tumiwa mengatakan, pembentukan aturan baru maupun merevisi aturan yang telah diterbitkan merupakan langkah yang akan mempercepat pengembangan EBT. Sebagai regulator, pemerintah bisa menetapkan regulasi untuk tujuan tertentu.
“Yang terjadi saat ini adalah PLN tidak menyetujui melaksanakan regulasi FIT yang dibuat oleh pemerintah. Jadi menurut saya tidak tepat mencari titik temu tersebut,” kata Fabby kepada gresnews.com, Minggu (4/12).
Fabby menyarankan agar pemerintah mempertimbangkan aspek kelayakan teknis ekonomis. Selain itu, seharusnya kebijakan dan regulasi pemerintah mempunyai sifat memaksa (enforcing), termasuk kepada PLN. Tapi sebali-knya penyusunan regulasi pemerintah harus dengan proses yang partisipatif dan transparan.
“Berdasarkan prinsip dan formula yang transparan maka tidak dicurigai untuk kepentingan pihak-pihak tertentu saja,” paparnya.
Namun dia menyebutkan, target pembangunan EBT jika melihat perkembangannya sampai hari ini, sulit rasanya memenuhi target RPJMN EBT 16 persen pada 2019/2020 dan 23 persen pada 2025.
“Perlu ada percepatan-percepatan pengembangan energi terbarukan skala besar (utility sea/e) khususnya PLT Surya, PLT Angin dan PLT Biomassa, selain PLTP,” tegasnya.
Dirjen EBTKE Kementerian ESDM Rida Mulyana sebelumnya mengatakan aturan soal EBT itu hanya direvisi, tidak dicabut, yang berubah hanya soal tarif.
Menurutnya review tarif Permen-nya akan direvisi dengan tarif lebih tinggi dan lebih rendah. Salah satu yang akan direvisi misalnya Feed in Tariff listrik dari tenaga sampah. Tarif akan diturunkan atau dinaikkan variabel-variabel seperti biaya operasi yang dibutuhkan, tingkat pengembalian modal (Internal Rate of Return/IRR) teknologi yang digunakan dan sebagainya.
Sumber: gresnews.com.