JAKARTA, KOMPAS.com – Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR), Fabby Tumiwa, bilang, kenaikan harga bahan bakar minyak bersubsidi memang diperlukan agar subsidi energi tidak melonjak. Menurut Fabby, harga BBM bersubsidi yang pas adalah Rp 6.000 per liternya.
“Untuk tahap ini (kenaikan harga), pada April, pemerintah menaikkan pada harga Rp 6.000 untuk menghindari syok,” ujar Fabby ketika dihubungi Kompas.com, Kamis ( 23/2/2012 ).
Harga BBM sebesar Rp 6.000 ini, kata Fabby, pernah terjadi sebelumnya. Jadi, masyarakat tidak terlalu terkejut jika harga BBM dinaikkan sebesar itu.
Ia bilang, kemungkinan harga BBM bersubsidi sudah berada di sekitar Rp 8.000-Rp 9.000, jika mengacu pada harga minyak dunia yang kini sudah bertengger di angka 106 dollar AS per barrel untuk jenis West Texas Intermediate dan minyak Brent ada di harga 122 ,9 dollar AS per barrel pada Rabu ( 22/2/2012 ) waktu New York. Tetapi apabila langsung dinaikkan ke harga seharusnya sekitar harga itu, masyarakat akan terkejut. “Jika dinaikkan jadi Rp 7.000-Rp 8.000 masyarakat akan syok,” tegas Fabby.
Oleh sebab itu, dari sisi psikologis harga Rp 6.000 per liternya lebih bisa diterima masyarakat. Namun demikian, ia mengingatkan pemerintah untuk mempertimbangkan bagaimana dampak kenaikan harga kepada masyarakat miskin dan sektor transportasi. “Apakah dengan bantuan langsung tunai atau bantuan langsung tunai bersyarat, itu yang harus diputuskan segera,” pungkasnya.
Seperti diwartakan, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Rabu, di Jakarta, telah memberikan isyarat kenaikan harga BBM bersubsidi sulit dihindari. Pasalnya, harga minyak dunia kini melonjak cukup jauh. Apalagi asumsi harga rata-rata minyak mentah Indonesia (ICP) di APBN 2012 hanya 90 dollar AS per barrel. “Harga BBM, harus disesuaikan dengan tepat. Masyarakat yang kena dampak, masyarakat miskin, harus diberi bantuan langsung,” ucap Presiden.
Ester Meryana
Sumber: Kompas.com.