Jakarta, 10 Desember 2024 – Hilirisasi mineral menjadi langkah strategis yang diambil Pemerintah Indonesia untuk memberikan nilai tambah dalam mengoptimalkan manfaat ekonomi sumber daya mineral dalam negeri dan mendukung transisi energi menuju net-zero emission (NZE). Program hilirisasi memiliki peran penting dalam pengelolaan mineral kritis. Terdapat 47 mineral kritis sebagaimana tertuang pada keputusan Menteri ESDM Nomor 296.K/MB.01/MEM.B/2023. Sedikitnya ada 7 mineral yang menjadi fokus pengelolaan saat ini yakni, nikel, besi, timah, tembaga, bauxit, emas dan perak. Hal ini diungkapkan Farid Wijaya, Analis Senior Material dan Energi Terbarukan, Institute for Essential Services Reform (IESR) dalam lokakarya yang diselenggarakan oleh Natural Resource Governance Institute (NRGI) dan ViriyaENB pada Selasa (10/12/2024).
“Nikel menjadi sorotan utama karena perannya dalam rantai nilai baterai, sementara aluminium dan tembaga memiliki fungsi penting dalam infrastruktur teknologi energi terbarukan, termasuk pembangkit listrik tenaga surya (PLTS), pembangkit listrik tenaga bayu (PLTB) serta teknologi hidrogen dan nuklir. Melalui hilirisasi, Indonesia dapat mengurangi ketergantungan pada impor komponen energi bersih, menciptakan lapangan kerja, memberikan dan memutar roda aktivitas ekonomi, serta meningkatkan kualitas manufaktur dan kapasitas industri nasional,” papar Farid.
Menurut Farid, proses hilirisasi mineral juga memberikan dampak langsung pada peningkatan penambahan nilai tambah dalam negeri. Alih-alih mengekspor bijih mentah dengan harga yang rendah, Indonesia dapat mengekspor produk bernilai tambah lebih tinggi, seperti ingot, foil, komponen sel surya, atau modul baterai. Dengan demikian, aktivitas ekonomi domestik meningkat, memperluas basis pajak, dan meningkatkan penerimaan negara. Hilirisasi juga membuka peluang investasi, baik dari dalam maupun luar negeri, untuk membangun industri pengolahan dan manufaktur berteknologi tinggi.
“Sejalan dengan peningkatan ketahanan cadangan dan optimalisasi nilai tambah, Indonesia berpotensi menjadi pusat teknologi dan produsen teknologi energi terbarukan, baterai, serta kendaraan listrik. Hal ini berkontribusi pada peningkatan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN), menciptakan ekosistem industri yang kuat, dan meningkatkan kemandirian nasional dalam penyediaan energi bersih. Dengan memanfaatkan sumber daya mineral secara bijaksana, negara ini dapat merangkul masa depan yang lebih bersih dan berkelanjutan,” ujar Farid.
Pada akhirnya, hilirisasi mineral bukan semata soal ekonomi, melainkan juga langkah strategis untuk mengantarkan Indonesia menuju NZE dan mewujudkan visi Indonesia Emas 2045. Dengan memadukan kekayaan sumber daya mineral dengan kebijakan industri yang visioner, Indonesia dapat menciptakan nilai tambah, meningkatkan kontribusi pendapatan negara, serta mewujudkan kemandirian energi yang berdampak positif bagi generasi mendatang.