IESR: 333 GW Potensi Energi Terbarukan Indonesia Layak Secara Finansial

Jakarta, 27 Februari 2025 – Tren global penggunaan energi terbarukan semakin masif. Hal ini ditunjang dengan meningkatnya inovasi teknologi energi terbarukan dan turunnya harga baterai. Namun, dalam lima tahun terakhir, Indonesia tidak menunjukkan perkembangan signifikan untuk penambahan kapasitas energi terbarukannya. Pada 2024, total kapasitas energi terbarukan Indonesia hanya 15 GW, naik sekitar 2 GW dari tahun sebelumnya.

Salah satu hambatan penetrasi energi terbarukan adalah keraguan terhadap kemampuan variabel energi terbarukan seperti surya dan angin untuk menjadi tulang punggung yang menopang sistem energi Indonesia. Hasil analisis Institute for Essential Services Reform (IESR) menunjukkan dengan strategi dan kerangka kebijakan yang tepat, persoalan intermitensi dapat disiasati. 

Fabby Tumiwa, Direktur Eksekutif IESR mengatakan bahwa keputusan untuk membuat pilihan baru dan keluar dari sistem ekonomi berbasis energi fosil akan dicatat dalam sejarah perekonomian dan pembangunan Indonesia.

“Kita harus terbuka dan tidak terjebak pada pandangan-pandangan yang mengunci wawasan dan membuat kita terkungkung pada sistem ekonomi berbasis fosil. Namun kita harus menuju sistem energi terbarukan untuk meraih manfaat sosial lingkungan serta meningkatkan pertumbuhan ekonomi” kata Fabby.

Fabby menambahkan bahwa Indonesia memiliki potensi teknis sumber daya, tenaga kerja untuk mengolah, dan kerangka kebijakan yang dapat mentransformasi keadaan ini. Yang dibutuhkan adalah keberanian dari pembuat kebijakan untuk mengambil langkah yang benar dan sesuai. Tantangan seperti, panjangnya proses pengadaan energi terbarukan membutuhkan strategi dan kolaborasi berbagai pihak untuk mempercepat prosesnya.

Ketersediaan data awal dapat dijadikan pedoman sebelum menyusun studi pra kelayakan sehingga membantu mempercepat proses persiapan proyek energi terbarukan. Sodi Zakiy Muwafiq, Analis Sistem Informasi Geografis IESR, menyatakan, IESR memperbarui studi potensi teknis energi terbarukan di Indonesia yang dilakukan pada 2021 untuk menemukan lokasi yang optimal dalam pengembangan proyek energi terbarukan.

“Pada studi terbaru ini, kami menambahkan parameter kelayakan finansial untuk memastikan potensi setiap lokasi ini sungguh sudah memenuhi kriteria tersebut,” kata Sodi pada peluncuran kajian Unlocking Indonesia’s Renewables Future: The Economic Case of 333 GW of Solar, Wind, and Hydro Projects (27/2/2025).

Martha Jessica, Koordinator Riset Sosial dan Ekonomi IESR menyatakan bahwa dengan mempertimbangkan faktor kapasitas (capacity factor, CF) dan rating pengembalian investasi (investment rate) yang tinggi, hasilnya terdapat 333 GW dari 632 lokasi proyek energi terbarukan skala utilitas yang layak secara finansial. Rinciannya adalah kapasitas PLTS ground-mounted sebesar 165,9 GW, PLTB onshore sebesar 167,0 GW dan PLTM sebesar 0,7 GW. 

“Lebih dari 60% dari teknologi yang dipilih memiliki equity internal rate return (EIRR) di atas 10 persen yang berarti atraktif secara investasi pembiayaan,” kata Marta.

 

Studi sebagai pijakan awal pengembangan energi terbarukan

Koordinator EBTKE Bappenas, Dedi Rustandi, mengapresiasi hasil studi Unlocking Indonesia’s Renewables Future: The Economic Case of 333 GW of Solar, Wind, and Hydro Projects ini. Utamanya pemetaan potensi di wilayah-wilayah terluar seperti Papua.

“Selama ini, daerah-daerah seperti Papua ini setiap kali kami dorong untuk pertumbuhan ekonomi selalu terkendala dengan suplai energi. Adanya pemetaan lokasi yang tadi juga mencakup wilayah Papua akan membantu kami bekerja lebih efisien,” kata Dedi.

Delano Delo, Kepala Divisi Pembiayaan Publik-2, PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI) menjelaskan bahwa metodologi yang digunakan dalam studi IESR ini sudah baik.

“Untuk digunakan sebagai dasar pertimbangan pemberian pembiayaan, tentu perlu ada pemeriksaan asumsi-asumsi yang digunakan, namun sebagai country platform studi ini berguna bagi kami,” katanya.

Pintoko Aji, Koordinator Riset Kelompok Data dan Pemodelan IESR menceritakan latar belakang studi ini.

“Kami sedikit mengubah sudut pandang dalam studi ini menjadi sudut pandang lender atau pemilik kapital. Hal-hal apa yang harus ada agar pihak lender yakin untuk membiayai suatu proyek,” kata Pintoko.

Deden Nabudu, VP Manajemen Kelayakan Infrastruktur Kelistrikan, PLN mengusulkan agar kajian ini dikolaborasikan dengan divisi engineer PLN agar penggunaan asumsi dan perhitungan yang sesuai dengan PLN dan hasil kajiannya dapat siap digunakan.

Share on :

Leave a comment