Saat ini Indonesia termasuk negara-negara dengan pertumbuhan ekonomi tinggi di kawasan Asia Tenggara. Pertumbuhan ekonomi ini juga dibarengi dengan tumbuhnya pengguna internet yang masif, dengan sekitar 65% dari penduduk Indonesia adalah active internet users. Pertumbuhan pengguna internet menuntut tersedianya pusat data (data center) yang handal di Indonesia.
Salah satu karakteristik dari data center adalah 24 jam operasional, dan energi yang dibutuhkan relatif besar. Secara global penggunaan energi untuk data center sebesar 200 Tera Watt Hour sehingga perlu ada langkah antisipatif untuk menyiasati kebutuhan energi dalam jumlah besar ini. Melihat tren global yang menuju karbon netral, adalah hal yang tepat untuk menggunakan energi terbarukan untuk memenuhi kebutuhan energi di data center.
Fabby Tumiwa, direktur eksekutif Institute of Essential Services Reform (IESR) dalam Webinar Sustainability in Digital Age, memaparkan setidaknya akan ada 2 manfaat langsung saat menggunakan energi terbarukan sebagai pemasok daya di data center.
(1) Peningkatan efisiensi energi
Kebutuhan pasokan energi selama 24 jam non-stop membuat data center harus mencari sumber daya yang handal (reliable) untuk memastikan kinerjanya prima. Melihat tren energi terbarukan yang semakin terjangkau, berinvestasi pada energi terbarukan tidak saja memastikan pasokan daya yang handal dan bersih, namun juga efisiensi keuangan pada jangka panjang.
(2) Peningkatan Penggunaan Energi Terbarukan
Dalam ruang lingkup nasional, saat ini Indonesia masih harus mengejar target Persetujuan Paris untuk mencapai 23% bauran energi terbarukan. Saat ini Indonesia baru di angka sekitar 11,5%. Menurut perhitungan IESR, bauran 23% baru akan tercapai jika 70% pembangkit listrik kita dari energi terbarukan. Dengan mendorong sektor industri seperti data center untuk menggunakan energi terbarukan otomatis akan berkontribusi pada tercapainya target bauran energi ini.
Selain itu, penggunaan energi terbarukan on-site akan sangat relevan untuk mengejar komitmen perusahaan untuk menjadi RE100. Terutama bahwa perusahaan teknologi besar seperti Google, Microsoft, atau Amazon telah tergabung dalam aliansi RE100 yang berarti mereka berkomitmen untuk menjadi karbon netral pada tahun tertentu.
Fabby menegaskan bahwa untuk mendukung akselerasi energi terbarukan, khususnya PLTS atap, perlu reformasi regulasi seperti perbaikan tarif net-metering, kemudahan prosedur untuk memasang PLTS atap, juga ketersediaan informasi yang merata.
“Adanya perubahan dari sisi regulasi dan kebijakan akan menjadi sinyal positif bagi investor,”tandasnya.
I Made Aditya Suryawidya, Head of Business Solution SUN Energy, menambahkan bahwa penggunaan energi terbarukan pada data center akan memberikan dampak positif di 3 sektor, yaitu bisnis, penghematan biaya dan lingkungan.
Dari segi bisnis, dengan menggunakan energi terbarukan perusahaan data center akan mendapat tarif yang relatif tetap untuk jangka panjang sehingga membantu perusahaan untuk memprediksi biaya operasional yang harus dikeluarkan. Sementara dari aspek penghematan biaya, penggunaan energi terbarukan akan menekan biaya listrik secara signifikan hingga 30%. Tidak kalah penting ialah dari perspektif lingkungan, pemanfaatan energi terbarukan akan mampu mengurangi jejak karbon perusahaan, mendukung Sustainable Development Goals (SDG) dan program pemerintah untuk meningkatkan penggunaan energi terbarukan dan sebagai bonus, perusahaan akan mendapatkan publikasi terkait energi bersih.