11 Agustus 2011 .
Jakarta (IESR). Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral dan Kementerian Luar Negeri menjadi tuan rumah pelaksanaan Regional Workshop Securing ASEAN Energy Supply: Learning from Best Practice Policy Framework and Global Standard to Improve Investment Climate. Workshop yang berlangsung tanggal 9-10 Agustus 2011 di Hotel Borobudur, Jakarta, dihadiri oleh sekitar 30 peserta dari 5 negara ASEAN: Kamboja, Malaysia, Laos, Indonesia dan Filipina, serta para narasumber yang berasal dari Timor Leste, Norwegia, dan lembaga-lembaga internasional.
Rencana pelaksanaan workshop ini merupakan bagian dari agenda keketuaan Indonesia di ASEAN. Ide ini pertama kali disampaikan oleh Indonesia pada saat Senior Official Meeting on Energy (SOME) 29 Juni – 1 Juli 2011 di Brunei Darussalam, yang mendapat sambutan baik dari delegasi ASEAN yang hadir pada pertemuan ini.
Dalam workshop ini dibahas berbagai aspek non-teknis dari konsep keamanan pasokan energi di ASEAN, salah satunya adalah tentang peranan tata kelola yang baik (good governance) dalam mendukung iklim investasi. Salah satu implementasi dari tata kelola yang baik adalah standar Extractive Industries Transparency Initiative (EITI), yang merupakan standar kualitas internasional untuk tata kelola penerimaan dari industri ekstraktif (international quality assurance standard for the governance of extractive industries revenue).
Pemerintah Republik Indonesia percaya bahwa EITI dapat membantu negara-negara anggota ASEAN memperbaiki iklim investasi, dan menarik investasi di sektor migas dan mineral. EITI dapat membantu mengatasi sebagaian dari permasalahan mendasar dalam investasi yaitu ketidakamanan yang disebabkan oleh faktor politik (political insecurity) melalui proses partisipasi dan dialog dari berbagai pihak yang berkepentingan (pemerintah, perusahaan/bisnis dan masyarakat).
Fabby Tumiwa, Direktur Eksekutif IESR menyambut baik inisiatif pemerintah Indonesia untuk memperkenalkan dan mendorong implementasi di ASEAN. Menurut Fabby, prinsip-prinsip EITI sebenarnya selaras dengan prinsip-prinsip dalam.
Piagam ASEAN (ASEAN Charter) dan pilar ASEAN sehingga membuka jalan bagi ASEAN untuk mengadopsi dan mendukung implementasi ASEAN.
“Kami dari masyarakat sipil lebih lanjut mendorong ASEAN untuk memberikan dukungan bagi implementasi EITI oleh negara-negara anggotanya sebagai langkah awal,” kata Fabby. Dia juga menekankan bahwa ASEAN sebaiknya tidak hanya berhenti pada EITI tetapi juga mengkaji penerapan standar yang lebih komprehensif untuk mendukung pengelolaan sumberdaya alam yang mendukung pembangunan berkelanjutan.
Chandra Kirana, dari Revenue Watch Institute (RWI) menyatakan bahwa EITI pada dasarnya dapat membantu negara-negara ASEAN untuk memanfaatkan sumberdaya ekstraktif yang dimilikinya untuk menempuh jalur pembangunan yang berkelanjutan.
“Apabila pendapatan negara dari industri ekstraktif diterima secara optimal, maka terdapat ruang fiskal yang lebih besar bagi suatu negara untuk menginvestasikan pendapatan yang diterima tersebut kepada pengentasan kemiskinan, dan pembangunan berkelanjutan,” imbuh Chandra.
Indonesia sendiri telah mulai mengimplementasikan EITI. Pada 23 April 2010, Presiden Republik Indonesia telah mengeluarkan Peraturan Presiden No. 26/2010 tentang Transparansi Pendapatan Negara dan Pendapatan Daerah yang diterima dari Industri Ekstraktif. Indonesia adalah satu-satunya negara anggota ASEAN yang memiliki aturan untuk mengimplementasikan EITI, sekaligus satu-satunya negara kandidat EITI dari kawasan ini. Saat ini proses penyiapan laporan pertama Indonesia sedanga berlangsung dan sesuai dengan jadwal pada akhir tahun ini rancangan laporan tersebut sudah tersedia.
Fabby Tumiwa menambahkan, EITI dapat memfasilitasi upaya untuk meningkatkan pendapatan negara dari industri ekstraktif yang bersifat tidak terbarukan. Optimalisasi pendapatan negara tersebut melalui transparansi aliran penerimaan dana dapat meningkatkan penerimaan negara. Dengan demikian negara-negara yang kaya dengan sumberdaya hidrokarbon tersebut dapat mulai menginvestasikan dananya pada sumber dan teknologi energi yang terbarukan untuk menjamin keamanan energi di masa depan, pasca merosotnya cadangan sumberdaya hidrokarbon.
Di akhir workshop, para peserta menyepakati “Outcome Document,” yang mencakup enam agenda aksi diantaranya studi gabungan, pembentukan satuan gugus tugas lintas negara ASEAN untuk mempromosikan EITI, serta forum dialog antar pemangku kepentingan utama di tingkat ASEAN yang difasilitasi oleh sekretariat ASEAN dan/atau pemerintah Indonesia.
Hasil dari workshop regional ini akan dilaporkan oleh delegasi RI pada saat sidang SOME dan ASEAN Ministerial Meeting on Energy di bulan September mendatang.
Acara regional workshop ini pelaksanaanya didukung oleh Institute for Essential Services Reform (IESR), Revenue Watch Institute (RWI) dan Sekretariat EITI Indonesia.
Kontak Media
Untuk informasi lebih lanjut dan permintaan wawancara dengan pakar/ahli dari IESR hubungi:
Yesi Maryam
HP: 08159418667
Email: yesi@iesr.or.id.