Metrotvnews.com, Naypyitaw: Dewan Internasional Extractive Industries Transparency Initiative (EITI) memberikan status “Compliant Country” pada Indonesia atas pelaksanaan ketentuan aturan EITI. Keputusan dibuat dalam Rapat Dewan Internasional EITI ke-28 di Naypyitaw, Myanmar, Rabu (15/10/2014).
Indonesia menjadi negara ASEAN pertama penyandang status tersebut. Selain Indonesia, EITI juga dilaksanakan di Filipina and Myanmar, namun kedua negara itu baru status kandidat. Timor Leste telah menyandang status “Compliant” pada 2010.
EITI merupakan suatu standar internasional mengenai pelaporan penerimaan negara dari industri ekstraktif (minyak, gas, batubara dan mineral) yang prosesnya melibatkan pemerintah, bisnis dan kelompok masyarakat sipil. EITI telah diterapkan di 46 negara di dunia, termasuk Indonesia, dan telah diakui sebagai standar global untuk mendorong transparansi dan akuntabilitas penerimaan negara serta pembayaran perusahaan dari industri ekstraktif.
Pelaksanaan EITI di Indonesia merujuk pada Peraturan Presiden No. 26 tahun 2010 tentang Transparansi Pendapatan Negara dan Pendapatan Daerah Yang Diperoleh Dari Industri Ekstraktif. Pada Oktober 2010, Indonesia memperoleh status “Candidate Country” (Negara Kandidat). Setelah dinilai memenuhi ketentuan EITI Rules 2011, Indonesia berhasil menerima status “Compliant.”
“Keberhasilan Indonesia mendapat status “Negara Patuh” EITI merupakan prestasi yang perlu diapresiasi. EITI dapat membantu menekan korupsi pada sektor migas dan pertambangan, mengurangi kebocoran penerimaan negara dan menjadi instrumen untuk memperbaiki tata kelola sektor migas dan pertambangan pada sisi perizinan dan pengawasan produksi pertambangan. Hal ini terjadi apabila temuan dan rekomendasi laporan EITI Indonesia ditindak lanjuti secara konsisten oleh pemerintah dan pemangku kepentingan lainnya,” kata Maryati Abdullah, Koordinator PWYP Indonesia, dalam rilis yang diterima Metrotvnews.com, Kamis (16/10/2014).
Fabby Tumiwa, anggota Dewan Internasional EITI (2013-2016) yang juga menjabat Ketua Dewan Pengarah PWYP Indonesia, menilai status “compliant” dapat menjadi modal utama pemerintahan Joko Widodo dan Jusuf Kalla dalam memperbaiki transparansi dan akuntabilitas industri ekstraktif di Indonesia, serta mendorong hal serupa di tingkat ASEAN. Bersama-sama dengan Filipina dan Myanmar, Indonesia dapat mendorong EITI menjadi instrumen harmonisasi kebijakan untuk perbaikan tata kelola industri migas dan pertambangan di ASEAN dalam rangka Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) yang berbasis norma.
“Menko Perekonomian, bersama dengan Menteri ESDM dan Menteri Keuangan di kabinet mendatang, harus memiliki komitment terhadap pelaksanaan EITI yang lebih baik,” tegas Fabby.
Pencapaian Indonesia dalam EITI merupakan prestasi di akhir pemerintah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, yang kiranya menjadi titik tolak perbaikan menyeluruh atas tata kelola industri ekstraktif di Indonesia.
PWYP Indonesia mendorong pemerintahan mendatang yang dipimpin Jokowi untuk melaksanakan EITI secara serius dan konsisten, terutama dalam proses penyusunan laporan dan upaya perbaikan pencatatan penerimaan negara. Hal ini ditetapkan aturan EITI Standard 2013[1], yang akan menjadi acuan Indonesia untuk menghasilkan laporan tahunan. PWYP Indonesia berharap laporan EITI periode 2012-2013 yang akan keluar di tahun 2015 kiranya dapat mulai mempertimbangkan aspek transparansi kontrak migas dan tambang. Terdapat aspek lainnya, yakni keterbukaan data tentang kepemilikan tambang dan penerima manfaat utama dari perusahaan pertambangan atau beneficial ownership sesuai dengan EITI Standard 2013.
“Indonesia harus memperbaiki kualitas laporan EITI, memperkuat kepemimpinan pemerintah dan memperkuat kapasitas dan sumber daya sekretariat EITI Indonesia, serta mendorong diseminasi informasi di tingkat kabupaten/kota, khususnya daerah kaya migas dan mineral, dan memantau reformasi pada sektor migas dan pertambangan untuk memastikan pemanfaatan sumber daya alam untuk kemakmuran rakyat,” tutur Maryati.
WIL
Sumber: metrotvnews.com.