Minyak kelapa sawit di Indonesia selama ini digunakan untuk keperluan domestik dan ekspor. Dengan meningkatnya target domestik seiring dengan target B50 yang dicanangkan pemerintah, dikhawatirkan akan terjadi pembukaan lahan baru di kawasan hutan. Hal ini dapat disiasati dengan intensifikasi pertanian dan/atau pengalihan ekspor ke pemenuhan target domestik.
Selain menyebabkan deforestasi dan pelepasan emisi GRK, ada kekhawatiran lain dari Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS) bahwa ekspansi lahan sawit yang terus menerus akan menyebabkan oversupply, yang pada akhirnya merugikan produsen, terutama petani kecil/swadaya. Hal ini dapat dihindari jika pemerintah menerapkan inpres moratorium sawit dengan lebih serius dan lebih tegas (daripada saat ini).
Dalam jangka waktu yang lebih panjang, untuk bauran BBN yang lebih tinggi, baik untuk diesel, bensin, maupun avtur, akan dibutuhkan pasokan bahan baku yang jauh lebih besar. Untuk mengakomodasi kebutuhan tersebut, perlu dipersiapkan alternatif bahan baku yang tidak membutuhkan lahan produktif, misalnya penggunaan minyak goreng bekas dan limbah pertanian, maupun tanaman yang mudah ditanam di lahan marjinal.