Jakarta, 5 April 2022 – Invasi Rusia ke Ukraina selama sebulan terakhir memicu beragam reaksi global, terutama pada masalah keamanan energi. Rusia dikenal sebagai eksportir minyak dan gas global, dengan invasi yang terjadi, para pemimpin global mengambil sikap untuk memberikan sanksi untuk tidak membeli gas dari Rusia. Apakah ini baik atau buruk? Mungkin membutuhkan waktu yang lebih lama untuk melihat dampaknya, namun satu hal yang pasti, sanksi Rusia menjadi salah satu pemicu bagi negara-negara Uni Eropa (UE) untuk mempercepat transisi energinya dan memastikan energy security serta mengurangi ketergantungannya pada bahan bakar fosil.
Fabby Tumiwa, Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR), mengatakan bahwa tindakan UE untuk memastikan keamanan energi mereka mempercepat transisi.
“Negara-negara UE mencoba mengurangi ketergantungan mereka pada bahan bakar fosil dengan mengembangkan teknologi seperti hidrogen hijau untuk memastikan keamanan energi mereka. Ini adalah kabar baik bagi kawasan UE namun memiliki efek domino karena negara-negara seperti Jerman berkomitmen untuk mendukung transisi energi di negara-negara berkembang seperti Indonesia. Situasi saat ini dapat mempengaruhi kecepatan dan pendanaan untuk transisi energi di negara-negara berkembang,” jelasnya.
Pendanaan yang cukup sangat penting untuk dekarbonisasi seluruh sistem energi. Pendanaan yang cukup berarti pemerintah akan mampu membangun infrastruktur energi rendah karbon yang modern. Karena sebagian besar negara berkembang terletak di kawasan Asia Tenggara, daerah ini telah menjadi hotspot untuk dekarbonisasi. Sebagai salah satu wilayah terpadat, permintaan energi di Asia Tenggara terus meningkat. Memastikan kawasan memiliki pendanaan yang cukup untuk mengubah sistem energinya menjadi sistem yang lebih bersih akan menjadi salah satu faktor penentu dekarbonisasi global.
Terdiri dari sepuluh negara, ASEAN memiliki karakteristik yang berbeda dalam mengembangkan mekanisme transisi energi berdasarkan prioritas nasional masing-masing negara. Berbagai situasi tersebut menciptakan peluang yang berbeda, satu kesamaannya adalah sumber energi terbarukan, terutama surya, tersedia melimpah. Fabby menambahkan, energi surya dalam waktu dekat akan menjadi komoditas seperti minyak dan gas saat ini.
“Oleh karena itu, penting bagi ASEAN untuk memiliki fasilitas manufaktur (untuk panel surya). Untuk memastikan transfer teknologi operasional bagi fasilitas manufaktur dari produsen utama adalah suatu keharusan, ”kata Fabby.
Sara Jane Ahmed, Founder, Financial Futures Center Advisor, Vulnerable 20 Group of Finance Ministers, menambahkan bahwa kemitraan akan menjadi kunci bagi negara-negara ASEAN dalam mempercepat transisi energi.
“Saat ini, Cina sebenarnya dapat berperan lebih besar dengan menyediakan dana dan mentransfer teknologinya ke negara-negara ASEAN,” ujarnya.