Jakarta, 26 April 2022– Kementerian Kesehatan melalui Direktorat Fasilitas Pelayanan Kesehatan, Direktorat Jenderal Pelayanan Kesehatan telah mengeluarkan Pedoman Rumah Sakit Ramah Lingkungan (Green Hospital) di Indonesia pada tahun 2018. Jawa Tengah memiliki potensi power output energi surya yang cukup tinggi, yaitu 4,05 kWh/kWp (keluaran harian). Untuk itu, perkembangan kebijakan, manfaat, dan skema pembiayaan PLTS atap yang tersedia untuk fasilitas kesehatan didiskusikan dalam Webinar “Energi Surya Atap untuk Sektor Fasilitas Kesehatan”. Kegiatan ini terselenggara atas kerjasama Dinas ESDM Provinsi Jawa Tengah dan IESR yang berlangsung secara daring.
Membuka diskusi, Mustaba Ari Suryoko, Koordinator Pelayanan dan Pengawasan Usaha Aneka EBT, Direktorat Jenderal EBTKE Kementerian ESDM menyatakan bahwa Indonesia memiliki setidaknya 3 target yaitu 23% energi terbarukan di 2025, penurunan emisi di tahun 2030, dan net zero emission tahun 2060. Menurutnya, target penetrasi energi terbarukan, khususnya PLTS atap yakni sebesar 3,6 GW hingga 2025 cukup tinggi, namun implementasinya masih minim.
Beberapa upaya yang telah dilakukan Kementerian ESDM untuk percepatan penggunaan energi surya khususnya di sektor kesehatan meliputi penerbitan Permen PLTS atap untuk mempercepat penetrasi PLTS atap, peningkatan sosialisasi ke sektor kesehatan, seperti pembangunan PLTS atap Rumah Sakit Bali Mandara 2020, kapasitas 100 kWp. Ari menginformasikan bahwa saat ini, sekitar 15 rumah sakit di Indonesia telah memasang PLTS atap.
“Pembangunan rendah karbon sudah menjadi kesepakatan global, dan kita termasuk di dalamnya. Sektor kesehatan memiliki kebutuhan energi yang cukup besar, bahkan ada unit yang harus beroperasi 24 jam. Untuk itu, diperlukan efisiensi energi, bukan hanya penghematan, namun juga bagaimana kita menghasilkan dan menggunakan energi dengan efektif dan efisien,” ucap Sujarwanto Dwiatmoko, Kepala Dinas ESDM Provinsi Jawa Tengah.
Sujarwanto mengatakan bahwa audit energi, penggantian sistem penerangan yang hemat energi, serta sistem pemisahan jalur operasi listrik yang non–stop dan stop perlu dilakukan pada rumah sakit. Untuk mendukung konsep green hospital, rumah sakit dapat menggunakan energi terbarukan, salah satunya yakni PLTS atap. Menurut Sujarwanto, untuk mengoptimalkan penggunaan PLTS atap, perlu dilihat kebutuhan penggunaan listrik, seperti alat apa saja yang beroperasi pada siang atau malam serta menentukan sistem PLTS (offgrid/ongrid) yang akan digunakan. Mendukung transisi energi, ESDM Jateng akan menerbitkan penghargaan khusus untuk upaya hemat energi dan green building.
Menambahkan, Romadona, Ketua Tim Sarana Prasarana Fasyankes Rujukan Direktorat Fasilitas Pelayanan Kesehatan menyebutkan bahwa prinsip rumah sakit yang ramah lingkungan di antaranya bangunan yang aman dan menjamin keselamatan pasien, memperhatikan berbagai kondisi pasien (seperti difabel), menyesuaikan dengan perkembangan ilmu kedokteran, hemat energi dan ramah lingkungan. Romadona menjabarkan bahwa kriteria ramah lingkungan sendiri dibedakan menjadi dua jenis yakni desain dan konstruksi, serta kriteria operasional. sayangnya penerapan kriteria sempat terputus saat pandemi.
Di lain sisi, Marlistya Citraningrum, Manajer Program Akses Energi Berkelanjutan, IESR menyebutkan beberapa keunggulan energi surya seperti potensinya melimpah dan teknologi PLTS atap mudah diakses, tidak memerlukan lahan, perawatannya mudah, dan ukurannya dapat disesuaikan dengan luasan rumah, secara hukum legal–dapat secara on grid maupun off-grid. Marlistya mengatakan bahwa pengembalian modal rata-rata PLTS atap di Indonesia untuk skala kecil adalah 10-12 tahun.
“PLTS atap dapat bertahan selama 25-30 tahun, dan setelahnya tetap bisa dipakai namun dengan daya yang sedikit menurun,” ungkapnya.
Marlistya menjelaskan bahwa terdapat beberapa skema pembiayaan PLTS atap seperti beli-putus tunai, cicilan/kredit, dan performance-based renting. Marlistya menginformasikan bahwa di Balaikota Semarang, pemanfaatan PLTS Atap mampu menurunkan tagihan hampir 50% dari Rp13 juta menjadi Rp 6,5 juta. Di lain sisi, untuk rumah kecil, penghematannya bisa mencapai 60%.
Penghematan biaya listrik sebesar Rp 810 juta/tahun, serta perawatan PLTS yang sangat mudah dan minim merupakan salah satu testimoni penggunaan 327,6 kWp PLTS atap di RS Pertamina Cilacap. Muhidi, Bidang Rumah Tangga, RS Pertamina Cilacap mengutarakan pemasangan PLTS atap di RSnya merupakan upaya efisiensi dan penghematan serta bentuk dukungan pada pemerintah untuk mencapai bauran energi 23% tahun 2025.
Turut mendukung pengembangan PLTS di Indonesia, UNDP sedang menggarap program Sustainable Energy Fund (SEF) dengan total insentif PLTS Atap sebesar Rp 23 miliar.
“Skemanya seperti performance based; memasang terlebih dahulu baru mengajukan permintaan insentif,” jelas Verania Andria, Senior Advisor for Sustainable Energy UNDP.
Verania menerangkan bahwa persyaratan pengajuan insentif yakni pelanggan PLN yang sudah atau sedang memasang PLTS atap per 1 Desember 2021, hanya bisa mengajukan satu kali permohonan, tidak berlaku untuk PLTS yang didanai pemerintah melalui APBN/APBD, serta pemasangannya tidak dilakukan sendiri karena UNDP ingin menjamin kualitas pemasangan PLTS atap yang diinstal. Di samping itu, pengajuan modal dapat diakses melalui aplikasi dan situs daring https://isurya.mtre3.id. Lebih jauh, ia menyatakan bahwa sejauh ini, sudah tersalurkan insentif sebesar Rp 155 juta.
Ing. Eko Supriyanto, Ketua Umum Perkumpulan Teknik Perumahsakitan Indonesia yang hadir pada kesempatan yang sama menginformasikan bahwa green healthcare terdiri atas berbagai aspek; salah satunya konservasi energi dan pengurangan emisi. Ia mengatakan bahwa digitalisasi rumah sakit penting untuk mengatasi beberapa isu di rumah sakit seperti arsitektur bangunan, metode pengolahan limbah, penggunaan energi yang tidak ramah lingkungan, over-use energi listrik. Salah satu contoh digitalisasi, terang Eko yakni Smart Integrated Electricity System, sistem digital yang dapat memantau perencanaan sampai penggunaan energi di rumah sakit.
“RS masih melihat sisi ekonomis untuk memasang PLTS atap. RS juga memiliki prioritas pelayanan yang mengutamakan pasien dan pelayanan kesehatan maka keputusan untuk menggunakan PLTS atap perlu pertimbangan yang komprehensif. Dengan teknologi dan biaya PLTS atap saat ini sudah saatnya RS mulai mempertimbangkan untuk memasang PLTS atap,” ungkap Eko.