JAKARTA, KOMPAS.com- Pemanfaatan gas metana batubara untuk memproduksi listrik perlu dikaji lebih mendalam. Selain ketidaksiapan dari sisi teknologi, potensi dampak pemanfaatannya terhadap lingkungan juga harus diantisipasi. Demikian disampaikan pengamat kelistrikan Fabby Tumiwa, Minggu (6/11/2011), di Jakarta.
Dari sisi teknologi, pembangkit listrik dengan GMB belum matang penerapannya di Indonesia. “Saat ini baru pada tahap proyek percontohan, belum beroperasi penuh secara komersial,” ujarnya.
Selain itu, GMB memiliki potensi dampak lingkungan yang signifikan. Karena itu, sudah seharusnya Kementerian Lingkungan Hidup dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral mengeluarkan regulasi untuk mengatasi potensi dampak tersebut.
Manajemen PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) sebelumnya menyatakan siap membeli gas metana batubara (GMB) dalam bentuk listrik maupun gas. Hal ini untuk memperkuat pasokan listrik di Indonesia.
Instruksi Presiden Nomor 14 tahun 2011 mengatur tentang percepatan pelaksanaan prioritas pembangunan nasional tahun 2011. Pemanfaatan GMB dari wilayah kerja Sanga Sanga yang dioperasikan Vico merupakan bagian dari program pemerintah itu.
Direktur Utama PT PLN Nur Pamudji, menegaskan, pihaknya siap membeli gas metana batubara dari pengembang manapun, mulai dari tahap dewatering sampai produksi dalam bentuk listrik mapun gas.
“Kami baru menandatangani MoU (nota kesepahaman) dengan Exxon terkait pengembangan gas metana batubara. Ephindo kemungkinan juga akan masuk,” kata dia menegaskan.
Pada fase dewatering, PLN membeli listrik dari pengembang GMB untuk melistriki warga, khususnya sekitar lokasi pengembangan GMB. Pada fase produksi, cakupan pemanfaatan CBM akan diperluas untuk pembangkit besar setempat dan lokasi lain. “PLN berharap kerja sama ini dapat ditingkatkan secara jangka panjang mengingat potensi CBM yang besar dan kebutuhan PLN untuk terus menerus menyalurkan listrik ke pelanggan,” ujar Nur Pamudji.
Sumber daya CBM Indonesia disinyalir sekitar 453 TCF. Sejak tahun 2008 sampai saat ini, telah ditandatangani 39 Kontrak kerja sama, termasuk Wilayah Kerja (WK) Sanga Sanga yang ditandatangani pada 30 November 2009.
Sumber: kompas.com.