Dorongan pemerataan energi digaungkan agar daerah-daerah lebih makmur. Terutama listrik yang masih menjadi cerita miris. Menjadi daerah kaya sumber energi, 35 persen penduduk Kaltim disebut belum merasakan setrum. Lebih dari itu, 78 persen konsumsi listrik di negara ini masih terpusat di Pulau Jawa, Madura, dan Bali.
HERMINA KHUMAIRAH, Samarinda
HAL itu terungkap dalam dialog bersama organisasi nonpemerintah, Institute for Essential Services Reform (IESR), Pokja 30, dan kalangan jurnalis di Samarinda, kemarin (9/10). Kedua LSM ini mendorong Pemprov Kaltim memberikan hak energi kepada penduduk Kaltim sesuai program Sustainable Energy for All (SEFA). Program diinisiasi sekretaris jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mulai akhir 2011 lalu.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono turut-serta dalam program ini sesuai target SEFA. Memenuhi akses layanan energi, menggandakan energi baru terbarukan (EBT), dan menggandakan kegiatan efisiensi energi global.
Fabby Tumiwa, direktur IESR, menunjukkan fakta sebagian wilayah Indonesia masih miskin energi. Miskin energi bukan hanya didefinisikan belum teraliri listrik. Mereka yang kesulitan mengakses energi, terlayani hanya beberapa jam listrik, atau sekadar menikmati listrik untuk penerangan, masuk golongan ini.
Disebutkan, rumah tangga di kota yang tersentuh listrik hanya menguras kantong pendapatan 5-6 persen untuk energi. Sedangkan rumah tangga yang belum tersentuh listrik bisa menghabiskan hingga 20 persen pendapatan untuk pengeluaran yang sama. Belum lagi bicara akses, harga, dan ketersediaan.
“Ini seperti lingkaran setan. Pendapatan muter-muter begitu saja,” terangnya. Padahal energi dapat membuat seseorang lebih produktif. Mereka yang sudah bisa menikmati energi akan lebih kreatif.
Fabby menguraikan peran energi yang luas tanpa disadari. Contohnya ketika mendapati kesehatan penduduk di daerah pedalaman yang dikunjunginya minim ketersediaan obat. Untuk menyimpan obat, puskesmas tak punya kulkas. Jangankan kulkas, listrik saja tidak ada.
Kenyataan yang mungkin menyesakkan dada, kapasitas listrik nasional 38.000 MW di mana 30.000 MW adalah milik Jawa, Madura, dan Bali. Sisanya yang 8.000 MW barulah milik provinsi di luar Jawa-Bali. Dikatakan, yang lebih menyedihkan, pemerintah hanya fokus di daerah dengan kategori pasokan listrik rendah seperti di Sumba. Banyak proyek kementerian di sana sampai tumpang-tindih.
Fabby mengatakan, seharusnya proyek pemerintah menyeluruh. Di Kaltim, tercatat pasokan listrik hanya 76 persen dari keperluan. “Sebenarnya PLTS (pembangkit listrik tenaga surya) bisa dipakai seumur hidup kalau dibangun dengan benar,” terangnya. Sayangnya, PLTS yang dibangun pemerintah lebih banyak bermasalah. Mulai dari kualitas barang yang rendah hingga pendampingan perawatan manual yang kurang.”Sudah kualitas rendah, tidak dirawat lagi. Tidak heran PLTS banyak yang rusak,” terangnya. Padahal ditargetkan, energi itu ada dan berkelanjutan dinikmati masyarakat.
Kondisi energi Kaltim yang masih kekurangan 35 persen pasokan listrik diakui Dinas Pertambangan dan Energi (Distamben) Kaltim. “Kita memang masih lemas di lumbung padi,” ujar Istiadi, kepala seksi (Kasi) Pengembangan Energi, Distamben Kaltim. Meski begitu, Istiadi menyebut banyak rencana penyediaan energi untuk memenuhi pasokan.
Membahas ketersediaan energi, Istiadi menyebut untuk cadangan minyak bumi, Kaltim punya 670 juta stock tank barrel. Saat ini produksi aktif setiap tahun 55 juta barel. Bila tidak ditemukan cadangan baru dengan perhitungan produksi tidak ditingkatkan, eksploitasi minyak bumi tersisa sekitar 12,5 tahun.
Sedangkan cadangan gas konvensional 19,76 TCF. Produksi setiap tahun sekitar 1 TCF. Dengan perkiraan sama seperti minyak bumi, bila tidak ditemukan cadangan baru dengan produksi tidak ditingkatkan, eksploitasi bertahan 19 tahun lagi.
Meski demikian, Istiadi mengatakan Kaltim punya banyak potensi. Di antaranya, ketersediaan gas metana, energi air, dan tenaga listrik, berbasis limbah cair kelapa sawit.
Sehubungan pasokan listrik, Distamben sedang konsentrasi pengembangan energi baru terbarukan (EBT). Salah satunya memaksimalkan PLTS yang sebagian besar digarap di Kubar selain di Penajam Paser Utara, Paser, Kukar, dan Berau. (fel/zal/k1)
Sumber: kaltimpost.co.id.