Dalam pidato kampanye Nasional di Gelora Bung Karno (GBK), Jakarta, hari ini 07 April 2019, Calon Presiden Prabowo Subianto menyatakan bahwa jika terpilih dia akan menurunkan Tarif Listrik dalam 100 hari. Siang ini saya (Fabby Tumiwa, Direktur Eksekutif IESR) mendapatkan pertanyaan dari beberapa media soal ini. Berikut garis-garis besar pernyataan saya:
- Sesuai dengan UU No. 30/2009 tentang ketenagalistrikan, tarif listrik ditetapkan oleh pemerintah dengan persetujuan DPR. Jadi siapapun yang menjadi Presiden, tidak bisa sepihak menaik-kan atau menurunkan TDL. Kebijakan ini harus mendapatkan persetujuan DPR dan perlu disiapkan kebijakan subsidi atau kebijakan lainnya untuk melaksanakan penurunan TDL.
- Sesuai dengan kewenangan yang dimilikinya, pemerintah (Kementerian ESDM) sebagai regulator dapat mengendalikan atau menekan biaya pokok produksi tenaga listrik tetapi langkah atau kebijakan yang dibuat memiliki konsekuensi biaya sebagai akibat intervensi yang dilakukan. Penurunan biaya yang bisa dilakukan tanpa membebani keuangan negara adalah melalui efisiensi pada bisnis proses PLN. Walaupun demikian ada batasan dampak yang ditimbulkan dari tindakan efisiensi tersebut terhadap biaya produksi tenaga listrik.
- Saya menilai bahwa janji menurunkan TDL sebenarnya tidak jelas. Kalau dibilang akan menurunkan tarif listrik, apakah seluruh TDL atau hanya golongan tarif tertentu saja yang mau diturunkan? Sebagai contoh tarif untuk golongan R1 450 VA dan 900 VA rumah tangga tidak mampu, tarif sosial dan usaha kecil, masih menerima subsidi dan besaran tarifnya sangat rendah. Misalnya tarif listrik R1/450 VA hanya sebesar Rp. 415/kWh, sedangkan R1/900 VA yang subsidi adalah Rp. 568/kWh. Tarif subsidi ini tidak pernah naik sejak 2003. Jadi sesungguhnya tidak jelas, tarif listrik yang mau diturunkan dan cara menurunkannya.
- Rata-rata tarif listrik saat ini sebesar Rp. 1467/kWh atau $11 sen/kWh sebenarnya justru dibawah tingkat yang “sustainable” bagi PLN. Dengan tarif saat ini, margin yang diterima PLN dibawah 4%, padahal idealnya PLN mendapatkan margin 10% sehingga dapat beroperasi dan berekspansi secara sehat.
- Kalau TDL dibuat murah tapi biaya produksi listrik tidak turun, dampaknya adalah subsidi pemerintah akan naik dan justru menjadi tidak sehat bagi keuangan negara, PLN serta Program perlindungan sosial lain, dan juga dapat mengancam rating investasi pemerintah dan PLN sendiri yang akan menaikan biaya pinjaman PLN.
- Masyarakat dan konsumen listrik diharapkan kritis Untuk menguji dampak dari usulan kebijakan penurunan TDL karena dapat membahayakan keamanan pasokan energi Indonesia.
Fabby Tumiwa