Penangkapan Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih pada Jumat (13/7) lalu menunjukkan bahwa proyek-proyek pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) mulut tambang PLN rawan permainan.
Politisi Partai Golkar itu diduga menerima suap Rp 4,8 miliar dari pemegang saham Blackgold Natural Resources Limited, Johannes Budisutrisno Kotjo. KPK menduga uang itu merupakan suap terkait pembangunan PLTU Riau 1.
Eni, seorang anggota dewan, bisa mempengaruhi keputusan yang diambil oleh manajemen PLN. Padahal, DPR tak punya kewenangan dalam proses pengadaan pembangkit listrik di program 35.000 MW.
“Komisi VII DPR itu sama sekali tidak terkait dalam pengadaan di PLN. Kalau sampai terlibat dalam pengambilan keputusan di PLN, berarti ada yang salah,” kata Direktur Eksekutif IESR, Fabby Tumiwa, kepada kumparan, Senin (16/7).
Fabby berpendapat, peluang permainan di PLTU Riau 1 terjadi karena proyek ini tidak melalui tender terbuka. PJB, anak usaha PLN di bisnis pembangkit listrik, ditugaskan PLN lewat penunjukkan langsung untuk mengerjakannya dan memilih mitra.
Dalam pemilihan mitra PJB ini kemudian Blackgold bisa masuk. “Proyek seperti ini tidak dilelang, dikasih ke PJB. Lalu PJB cari mitra. Kalau penugasan ke anak usaha, kita enggak tahu bagaimana penentuan partner. Ini membuka celah untuk korupsi,” Fabby menerangkan.
Ia menambahkan, proyek PLTU mulut tambang sudah rawan permainan sejak pemilihan tambang-tambang batu bara yang akan dimanfaatkan untuk pembangkit. Sebab, kriteria tambang batu bara yang dipilih kurang jelas.
Tak jelas mengapa tambang milik Blackgold di di Kecamatan Penarap, Kabupaten Indragiri Hulu, yang dipilih untuk PLTU mulut tambang.
“Bagaimana menetapkan lokasi PLTU mulut tambang? Misalnya si A punya tambang batu bara, si B juga punya. Lalu kenapa tambang punya si A yang dipilih? Parameternya apa? Kriteria pemilihan ini harus diperjelas,” tegasnya.
Sebelumnya diberitakan, KPK menggeledah Kantor Pusat PLN di Jalan Trunojoyo, Blok M, Jakarta Selatan, Senin (16/7) sore. Penggeledahan ini diduga merupakan rangkaian dari penyelidikan kasus suap proyek PLTU Riau 1.
Sumber: kumparan.com.