REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Pemerintah dinilai harus mematok tarif bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi ke harga keekonomiannya. Harga baru BBM khusus dhuafa itu masih belum mencapai harga keekonomiannya.
Pengamat Energi Fabby Tumiwa berpendapat, pemerintah memiliki tugas besar untuk menekan biaya produksi BBM domestik semurah mungkin. ”Melalui regulasi yang baik, transparansi cost recovery, dan transparansi biaya produksi BBM Pertamina,” kata dia kepada Republika, Senin (17/11) malam.
Pemerintah resmi menaikkan tarif BBM bersubsidi mulai Selasa (18/11) pada 00.00 WIB. Tarif premium menjadi Rp 8.500 dan solar Rp 7500.
Fabby berpandangan, subsidi perlu dikurangi dan terarah atau diberikan kepada golongan yang berhak.
Dia menuturkan, kenaikan harga BBM akan berdampak secara langsung mengerek biaya transportasi dan akan berefek pada kenaikan inflasi dalam jangka pendek.
Menurut Fabby, keputusan ini perlu diapresiasi karena beban subsidi pemerintah tahun depan akan berkurang dan lebih banyak anggaran untuk program pembangunan infrastruktur dan belanja sosial.
Sumber: Republika.