Jakarta- Bisnis.com, — Melonjaknya harga batu bara mendekati US$100 per ton di tengah tidak adanya kenaikan tarif listrik, membuat PT PLN (Persero) meminta pemerintah mengatur harga batu bara dalam negeri (domestic market obligation/DMO) guna menjaga kesehatan finansial perseroan.
Pengamat energi dari Institute for Essential Services Reform ( IESR).Fabby Tumiwa menilai pengembangan energi baru dan terbarukan secara masif dapat menjadi salah satu solusi bagi PLN untuk mengurangi risiko dari fluktuasi harga energi primer.
Menurutnya, permintaan PLN tersebut menunjukkan bahwa keuangan PLN sangat rentan dengan harga energi primer yang memiliki dinamika cukup tinggi dan bergantung pada harga pasar internasional. Dia meragukan bila penetapan harga DMO dapat memitigasi risiko fluktuasi harga energi primer dalam jangka panjang.
“Kasus yang dialami PLN sekarang ini bisa terjadi di hari-hari mendatang. Menurut saya, untuk kelola risiko harga energi primer kurangi ketergantungan harga bahan bakar fosil,” ujar Fabby kepada Bisnis, Rabu (7/2/2018).
Fabby menuturkan saat ini total sebesar 88% energi primer pembangkit berasal dari bahan bakar fosil (gas, batu bara, dan minyak bumi). Sedangkan pengembangan energi terbarukan saat ini belum maksimal.
Pengembangan energi terbarukan kebanyakan memiliki kapasitas kecil dan fokus di luar Pulau Jawa. Padahal menurut Fabby, jika pembangkit energi terbarukan dikembangkan secara maksimal dalam jangka panjang PLN akan lebih diuntungkan karena pembangkit energi terbarukan tidak dipengaruhi oleh harga bahan bakar.
“Untuk tahap pertama kembangkan sampai 1000 MW biaya kapital memang mahal tapi seiring kapasitas bertambah investasinya akan turun, karena risiko lebih terkendali,” kata Fabby. “Jadi PLN nggak kelabakan menentukan harga energi primer.”