Jakarta, 20 April 2022– Salah satu hal penting dalam membangun ekosistem PLTS di Indonesia adalah kesiapan sumber daya manusianya. Mengukur kesiapan Indonesia memasuki orde gigawatt, Institute for Essential Services Reform (IESR) bekerja sama dengan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengelar webinar berjudul “Orde Gigawatt Energi Surya, Siapkah Indonesia?” dalam rangkaian Indonesia Solar Summit 2022.
Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) menargetkan kapasitas PLTS sebesar 6,5 GW di 2025. Hal ini membuka peluang bagi tingginya permintaan PLTS. Bahkan RUEN pun memandatkan untuk pemanfaatan sel surya minimum sebesar 30 persen dari luas atap dari seluruh bangunan pemerintah, dan sebesar 25 persen dari luas atap bangunan rumah mewah.
Anthony Utomo, Wakil Ketua Umum Asosiasi Energi Surya Indonesia memandang kesempatan ini perlu diimbangi dengan ketersediaan tenaga kerja lokal untuk menyediakan, memasang, memelihara dan merawat PLTS.
“AESI dalam program solarpreneur bekerja sama dengan universitas agar pelatihan (terkait PLTS atap) tersedia kepada masyarakat, pemasangan dapat dilayani dengan baik dan ujungnya dapat menciptakan lapangan pekerjaan baru,” jelas Anthony.
Ratna Muntiowati, Direktur Pemasaran, TotalEnergies Renewables DG menandaskan bahwa melihat perkembangan PLTS makin marak di Asia Tenggara, maka ke depannya pasar PLTS tidak hanya di Indonesia. Oleh sebab itu, menurutnya, kurikulum tentang energi terbarukan bisa diterapkan di seluruh bidang ilmu.
“Tantangan yang kita hadapi dalam instalasi di atas bangunan ialah struktur bangunan tidak terlalu kuat. Hal ini bisa juga dimasukkan ke dalam kurikulum pendidikan.Bahkan saat ini, Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk civil construction, sudah memasukkan ketentuan untuk instalasi solar panel. Ini yang bisa diimplementasikan oleh lembaga pendidikan. Sehingga saat ada instalasi atau desain pabrik baru (untuk PLTS atap), sudah diperhitungkan sesuai SNI,”ujarnya.
Daniel Pianka, Universitas Kristen Immanuel (UNKRIM), Yogyakarta sepakat bahwa pelatihan dan edukasi energi terbarukan memainkan peran penting dalam membangun SDM yang berkualitas. Berdasarkan pembelajaran dari pemasangan 10 kWp panel surya di universitasnya, Daniel mengungkapkan bahwa kemampuan SDM yang mumpuni dalam melakukan instalasi panel surya turut menentukan keawetan sistem panel surya yang digunakan.
“Instalasi yang belum baik misalnya menyambungkan kabel hanya dengan isolasi (perekat) akan membuat kabel mudah terbakar jika ada daya yang tinggi. Instalasi yang berkualitas akan membuat sistem surya panel bisa digunakan lebih lama,” tuturnya.
Lebih lanjut, Daniel menjelaskan UKRIM telah membangun program energi. Program ini bertujuan untuk melatih mahasiswa, yang dominan berasal dari daerah 3T (Terdepan, Terpencil dan Tertinggal) untuk menjadi teknisi, melakukan instalasi yang rumit dan merawat PLTS.
“Program ini diharapkan mampu menghasilkan SDM yang terlatih dan termotivasi untuk terjun dalam sektor energi terbarukan, menciptakan banyak proyek energi berkelanjutan, gaya hidup yang lebih baik dan emisi karbon yang rendah,” tukasnya.
Di sisi lain, Eng Purnomo Sejati, Kepala SMK Ora et Labora, BSD menuturkan pihaknya senantiasa beradaptasi terhadap dinamika sektor energi di Indonesia. Semula, sekolahnya dirancang untuk memenuhi kebutuhan SDM pembangunan PLTU 35 GW. Namun, penyesuaian target baru terkait energi terbarukan maupun rencana moratorium PLTU, mendorong lembaga pendidikan yang ia pimpin bertransformasi menuju energi terbarukan.
“Sejak tahun lalu, kami bermanuver untuk membuka area lain seperti energi terbarukan dan surya. Kami sudah melakukan penetrasi dan bermitra dengan perusahaan terkait. Kami juga ingin mengembangkan kendaraan listrik, industrial internet of things (IIOT), dan perawatan gedung dan fasilitas. Bidang ini kami lihat yang akan sustain ke depan,” papar Purnomo.