Manila, 17 Oktober 2024 – Pada tahun 2015, negara-negara dunia bersatu dalam COP21 untuk menyepakati Persetujuan Paris yang memuat komitmen untuk menahan peningkatan suhu bumi di bawah 1.5oC. Sebagai tindak lanjut, the first Global Stocktake (GST) diselenggarakan pada COP28 sebagai mekanisme untuk menilai kinerja negara-negara dalam memenuhi target perubahan iklimnya. Berdasarkan hasil GST tersebut, ditemukan bahwa temperatur bumi akan mencapai 2,1 – 2,8oC apabila seluruh negara melaksanakan target iklimnya. Temuan tersebut akan menjadi acuan bagi pemerintah untuk meningkatkan aksi iklimnya ke depan.
Sebagai bentuk dukungan untuk mendorong pelaksanan hasil GST, maka dibentuklah the Independent Global Stocktake (iGST), sebuah konsorsium organisasi masyarakat sipil yang mengawasi, mengevaluasi dan mendukung aksi iklim pemerintah masing-masing negaranya dalam memenuhi komitmen Persetujuan Paris. iGST memiliki beberapa regional hub di seluruh dunia, termasuk di Asia Tenggara. The Southeast Asia Hub (SEA Hub), dipimpin Institute for Climate and Sustainable Cities (ICSC) dari Filipina dan Institute for Global and Environmental Strategies (IGES) dari Jepang. iGST SEA Hub ini memiliki tujuan untuk menyediakan wadah bagi organisasi-organisasi Asia Tenggara untuk menyuarakan masukannya terhadap kebijakan iklim pemerintahnya. Institute for Essential Services Reform (IESR) ikut serta dalam iGST SEA Hub sebagai anggota.
Di tahun 2024, iGST SEA Hub telah bekerja sama dengan berbagai organisasi Asia Tenggara untuk menyelaraskan kebijakan iklim nasional dan regional dengan GST outcomes, sehingga kebijakan iklim ke depannya terinformasikan dengan baik hasil dari outcomes tersebut. Sebagai kegiatan puncak, iGST SEA Hub mengadakan lokakarya berjudul “Translating the Outcomes of the Global Stocktake into Regional and National Contexts” pada tanggal 16-17 Oktober 2024 di Manila, Filipina. Lokakarya ini memaparkan temuan dari studi kasus sektoral dan penilaian Nationally Determined Contribution (NDC) yang kemudian didiskusikan untuk membentuk rekomendasi kebijakan di Asia Tenggara.
Delima Ramadhani, Koordinator Kebijakan Iklim, IESR dalam presentasinya mengatakan, transisi energi di Indonesia berjalan dengan lambat. Selain itu, target penurunan emisi Indonesia dalam draft dokumen Second Nationally Determined Contribution (SNDC), masih belum sejalan dengan target 1,5oC Persetujuan Paris.
“Dokumen SNDC Indonesia menunjukkan beberapa perbaikan, seperti penyertaan Just Transition, komitmen zero waste 2040, perbaikan format target dan gas coverage. Namun, pemerintah Indonesia perlu meningkatkan ambisi iklimnya untuk sejalan dengan trayektori 1,5oC, yang mempertimbangkan tidak hanya target perkembangan ekonomi, tapi juga faktor tanggung jawab historis dan kapabilitas Indonesia dalam aksi iklim global. Indonesia butuh rencana aksi iklim dan kebijakan yang lebih kredibel yang menunjukan komitmen serius Indonesia untuk dekarbonisasi seluruh sektor ekonomi,” papar Delima pada Rabu (16/10/2024).
Gambar : Arief Rosadi dan Delima Ramadhani dalam Konsorsium Independent Global Stocktake (iGST)
Arief Rosadi, Manajer Program Diplomasi dan Kebijakan Iklim dan Energi, IESR mengatakan bahwa ASEAN perlu mengintegrasikan hasil Global Stocktake pertama (GST1) di sektor energi yang terefleksi dalam dokumen ASEAN Plan of Action for Energy Cooperation (APAEC) yang akan datang di 2025. Peningkatan tiga kali lipat energi terbarukan dan dua kali lipat efisiensi energi (tripling up renewable energy dan doubling down energy efficiency) merupakan hal krusial untuk kontribusi kawasan terhadap penurunan emisi di sektor energi.
“Meskipun demikian, harus diperhatikan bahwa tidak semua negara ASEAN Member States (AMS) memiliki kapasitas dan kapabilitas yang sama untuk mengakselerasi target transisi energinya, mengingat perbedaan ekonomi satu sama lain. Maka untuk mengisi kesenjangan (gap) tersebut, diperlukan dialog dan pertukaran informasi mengenai praktik baik, pengalaman, dan pembelajaran pelaksanaan implementasi dekarbonisasi isu energi di kawasan sebagai langkah penting untuk mendorong target iklim yang lebih ambisius,” lanjut Arief.