Salah satu pertemuan konsultasi yang diadakan oleh United Nations dalam rangka mengembangkan kerangka agenda pembangunan pasca 2015 adalah dengan berusaha mengakomodasi masukan dari akademia. Institute for Essential Services Reform (IESR) merupakan salah satu akademia yang diundang untuk ikut memberikan masukan.
Pertemuan akademia ini dilakukan dalam 2 sesi dimana sesi pertama dipaparkan mengenai pertumbuhan populasi dunia dan pentingnya kualitas pendidikan, fakta mengenai kemiskinan yang dipaparkan oleh Ibu Vivi Alatas dari Bank Dunia, serta energi dan sumber daya oleh Bapak Darmawan Prasodjo dari Surya University.
Beberapa poin yang disampaikan adalah fakta bahwa pendidikan adalah strong driver dari perubahan demografi, misalnya kesehatan yang lebih baik dan adanya pembangunan manusia yang lebih baik. Hal lain yang disampaikan adalah bahwa keterbatasan yang dimiliki oleh planet ini (planetary boundaries) harus menjadi perhatian dimana isu konsumsi dan produksi di negara-negara berkembang harus dicermati. Akses pada energi juga harus ditingkatkan, terutama karena kebanyakan penduduk miskin ada di negara-negara berkembang. Sesi ini dimoderatori oleh Pavan Sukdhev dari GIST Advisory.
Sesi kedua yang dimoderatori oleh Jeffrey Sachs dari UN Secretary General’s Special Advisor on the Millenium Development Goals, lebih banyak berbicara mengenai tantangan di masa yang akan datang, dimana global partnership seharusnya memainkan peranan. Hal ini tentunya akan lebih banyak didominasi oleh tata kelola dari kepemimpinan yang ada, bagaimana kepemimpinan secara politik harus ditingkatkan, demikian juga dengan kapasitas untuk meningkatkan ide-ide. Masalah pendanaan sebagai bentuk dari kemitraan global (global partnership) juga harus diubah.
Paradigma bahwa tidak adanya dana untuk implementasi kegiatan harus dirubah, karena sebenarnya pendanaan itu ada, hanya saja peruntukan pendanaan tersebut yang salah tempat. Yang harus dipikirkan adalah bagaimana untuk meyakinkan pendanaan tersebut bisa mengalir ke tempat yang tepat. Isu seperti teknologi transfer juga diangkat, yang diusulkan untuk diubah menjadi difusi teknologi, dimana transfer teknologi tidak hanya berupa peralatan, namun juga peningkatan kapasitas yang mencakup know-how dan know-why.