Skip to content

Kontan | Menilik Pro Kontra Urgensi Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN)

Kepala Bidang Pengelola Laboatorium Keselamatan Reaktor Nuklir Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) Deswandri menjelaskan mesin penyaring Helium yang menjadi bagian dari Reaktor Daya Eksperimental (RDE) kepada media di Lab Simulator Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) di Kawasan Puspiptek Serpong, Tangerang Selatan, Banten, Senin (28/1/2019). Pemerintah lewat BATAN dalam waktu dekat akan membangun Reaktor Daya Eksperimental (RDE) untuk menghasilkan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) yang berkapasitas 10MWt atau setara dengan 3Mwe. Selain menghasilkan PLTN, reaktor ini nantinya dapat mengubah air laut yang asin menjadi air tawar yang akan dibangun di kawasan Puspiptek Serpong. ANTARA FOTO/Muhammad Iqbal/aww.

Author :

Authors

KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Beragam pro dan kontra menghampiri rencana pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) yang menyoroti soal dampak hingga alokasi anggaran yang harus dikucurkan.

Staf Ahli Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Saleh Abdurrahman menjelaskan untuk beberapa tahun mendatang merujuk paparan International Energy Agency (IEA) maka sektor Energi Baru Terbarukan diproyeksikan mengalami peningkatan.

“Ada peningkatan untuk EBT sementara hampir semua jenis energi turun, bahkan akan melesat dan meninggalkan energi konvensional,” terang Saleh dalam diskusi virtual, Selasa (21/7).

Saleh melanjutkan, sesuai prioritas pengembangan energi maka nuklir sendiri diprediksi masih akan menjadi pilihan terakhir. Adapun, berbagai hasil kajian yang dikeluarkan sejumlah lembaga disebut sebagai patokan bagi para investor.

Sementara itu, Ahli Teknologi Energi Puji Untoro memaparkan sejumlah resiko yang mungkin timbul dari pembangkit nuklir yakni ledakan PLTN hingga dampak limbah PLTN. “Saat operasi pembangkit, ada beberapa kejadian yang menyebabkan kecelakaan atau bahkan ledakan nuklir itu sendiri,” jelas Puji.

Ia menambahkan, pengolahan limbah termasuk dalam hal yang kerap dikhawatirkan dalam pembangunan PLTN. Pasalnya umur limbah bisa mencapai ribuan tahun dan memancarkan radiasi yang akan berdampak pada manusia dan lingkungan sekitar.

Sementara itu, Direktur Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa mengungkapkan selain faktor human error, kecelakaan pada pembangkit nuklir juga mungkin disebabkan dari faktor regulatory failures.

“Human error masih berperan p[enting (penyebab kecelakaan) sekalipun semakin ke sini teknologi semakin berkembang atasi ancaman PLTN. Selain itu ada regulatory failures dimana pengelola mengabaikan sarab-sarab atau studi. itu yang terjadi pada Fukushima,” jelas Fabby.

Dikonfirmasi terpisah, Government Relations Manager ThorCon Internasional Dhita Ashari bilang rencana pengembangan PLTN masih on track dengan target perusahaan dimana pihaknya telah mengajukan tiga lokasi untuk studi tapak sesuai arahan Kementerian ESDM. Ia menjelaskan ada sejumlah tantangan yang dihadapi baik dari sisi pemerintah maupun masyarakat.

“Kami sudah menerima surat dukungan dari pemerintah agar persiapan penerapan implementasi PLTT dapat dilaksanakan sesuai peraturan perundangan yang berlaku,” papar Dhita.

Ia memastikan pula, upaya edukasi pada kelompok masyarakat pun terus dilakukan lewat kerjasama dan bantuan pemerintah serta para pengamat ahli.

Share on :

1 Comment


Add a Comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Related Article

IESR-Secondary-logo

Dengan mengirimkan formulir ini, Anda telah setuju untuk menerima komunikasi elektronik tentang berita, acara, dan informasi terkini dari IESR. Anda dapat mencabut persetujuan dan berhenti berlangganan buletin ini kapan saja dengan mengklik tautan berhenti berlangganan yang disertakan di email dari kami. 

Newsletter