KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Sejumlah pihak menilai proyek Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) kini telah memasuki fase senja alias sunset.
Ketua Conseil International des Grands Reseaux Electriques (CIGRE) atau Dewan Internasional Sistem Listrik Besar Indonesia Herman Darnel mengungkapkan, sejumlah negara bahkan mulai mengurangi penggunaan pembangkit nuklir beberapa tahun belakangan.
“Jerman mulai mengurangi sepertiga energi nuklir, Prancis juga mengurangi pemanfaatan energi nuklir,” kata dia dalam diskusi virtual, Selasa (21/7).
Herman melanjutkan, merujuk standard Eropa maka pembangunan PLTN dengan kapasitas 5.000 MW bisa menelan dana hingga US$ 35 miliar. Menurut dia, besaran dana tersebut jika dialokasikan untuk pemasangan solar panel rooftop setiap rumah maka secara total bisa menghasilkan 60.000 MW hingga 80.000 MW.
Ia menambahkan, pembangunan PLTN di sejumlah negara secara umum kerap mengalami keterlambatan yang kemudian berujung pada meningkatnya biaya proyek.
Senada, Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa menuturkan, biaya yang tinggi untuk proyek pembangkit PLTN juga tercermin lewat alokasi dana yang harus dikeluarkan untuk mengurusi limbah pembangkit nuklir.
“Sebagai contoh, pemerintah Inggris keluarkan £ 3 miliar setiap tahunnya untuk mengurus limbah dan reaktor tua yang sudah tutup. Itu bukan dana yang sedikit,” ujar Fabby.
Staf Ahli Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Saleh Abdurrahman menjelaskan untuk beberapa tahun mendatang merujuk paparan International Energy Agency (IEA) maka sektor Energi Baru Terbarukan diproyeksikan mengalami peningkatan.
“Ada peningkatan untuk EBT sementara hampir semua jenis energi turun, bahkan akan melesat dan meninggalkan energi konvensional,” terang Saleh.
Dia melanjutkan, sesuai prioritas pengembangan energi maka nuklir sendiri diprediksi masih akan menjadi pilihan terakhir. Adapun, berbagai hasil kajian yang dikeluarkan sejumlah lembaga disebut sebagai patokan bagi para investor.