Jakarta, 24 Juni 2021, Survei IESR menunjukkan bahwa banyak masyarakat yang berminat untuk mengadopsi PLTS atap, terutama jika tersedia skema pembiayaan yang menarik. Hal ini akan menjadi kesempatan yang baik untuk memperluas pasar PLTS atap sekaligus menjawab tantangan krisis iklim dengan bertransisi menuju energi terbarukan.
Dorongan untuk mengembangkan energi terbarukan demi menjaga bumi dari kenaikan suhu di atas 1.5 derajat C, khususnya PLTS sudah dimulai sejak tahun 2017 melalui Gerakan Nasional Sejuta Surya Atap (GNSSA). IESR bersama dengan 13 lembaga lainnya menginisiasi GNSSA tersebut. Target gerakan ini adalah untuk mencapai 1 GW PLTS atap di Indonesia sebelum 2020, dengan asumsi satu rumah memasang 1 KWp PLTS atap. Dibandingkan dengan potensi tenaga surya di Indonesia, target 1 GW adalah target yang kecil. Indonesia sendiri memiliki potensi teknis surya menurut data ESDM sebesar 207 GWp namun berdasarkan kajian IESR, potensi teknis surya di Indonesia lebih dari 20.000 GWp, “Target ini dibuat sebagai benchmark, mengingat waktu itu belum ada peraturan menteri, maupun pasar yang terlihat potensial. Ketika kita berhasil mencapai 1 GW berarti sudah ada kombinasi dari aturan yang mendukung, perusahaan yang handal, dan pasar yang dewasa . Jadi target ini bukan semata-mata memasang 1 GW PLTS, namun juga memperjuangkan ekosistem pendukungnya,” jelas Marlistya Citraningrum, Manajer Program Akses Energi Berkelanjutan IESR, dalam lokakarya daring bertajuk “Koperasi Sebagai Agen Perubahan dalam Pembiayaan Mitigasi dan Adaptasi Perubahan Iklim”.
Dalam perjalanannya, meskipun inisiasi sejuta surya atap ini belum berhasil mencapai target 1 GW PLTS atap, namun telah terjadi kenaikan pesat dari sisi jumlah pengguna PLTS atap.
“Saat inisiasi ini diluncurkan, pelanggan PLTS atap baru sekitar 200 rumah. Saat ini pelanggan PLTS atap sudah sekitar 3000 rumah tangga. Belum mencapai target satu juta atap, namun ada kenaikan yang cukup signifikan,” lanjutnya.
Kenaikan pelanggan PLTS atap mengindikasikan bahwa minat dan informasi yang diterima masyarakat tentang teknologi ini semakin tersebar luas. Sejak tahun 2018, IESR melaksanakan studi pasar di berbagai kota seperti, Jabodetabek, Surabaya, tujuh kota di Jawa Tengah, dan tiga kota di Bali. Hasil survei di berbagai kota ini menunjukkan bahwa terdapat beragam potensi pasar PLTS di masing-masing kota tersebut.
Di Jabodetabek 13% responden termasuk dalam kategori early followers dan early adopters. Kelompok ini adalah responden yang memiliki pengetahuan tentang PLTS atap dan secara finansial mampu untuk membelinya. Kelompok ini hanya perlu informasi komprehensif yang mencakup teknologi PLTS atap, prosedur pemasangan, juga penyedia jasa pemasangan PLTS atap. Kelompok early followers dan early adopters ini jumlahnya cukup banyak di berbagai kota Surabaya 19%, Jawa Tengah 9.6%, dan Bali 23.3%.
Hal menarik lain dari survei pasar IESR tersebut adalah masalah harga masih menduduki peringkat kedua dari pertanyaan yang paling sering diutarakan calon konsumen. Pertanyaan tentang penghematan adalah hal yang paling sering ditanyakan calon konsumen. Fenomena ini menunjukkan bahwa harga masih menjadi pertimbangan utama calon konsumen PLTS atap.
Skema pembiayaan PLTS atap yang menarik menjadi suatu peluang bagi lembaga keuangan termasuk koperasi.
“Paling tidak, ada 3 peluang yang dapat diambil oleh koperasi untuk ikut serta dalam skema pembiayaan PLTS atap ini. Pertama, dengan bekerjasama dengan perusahaan jasa pemasangan PLTS dan menyediakan skema pembiayaan. Tentu perlu memastikan perusahaan pemasang PLTS nya adalah mereka yang terpercaya. Kedua, dengan berjualan produk PLTS sekaligus menyediakan skema pembiayaan. Ketiga, menyediakan skema pembiayaan sekaligus layanan purna jual,” jelas Marlistya.
Skema pembiayaan menarik dan terjangkau masih sulit ditemukan saat ini karena perusahaan penyedia layanan PLTS atap baru bekerjasama dengan bank saja. Hal ini tentu harus dilihat sebagai peluang bagi koperasi untuk mengembangkan programnya.
Menutup sesi pertama lokakarya pagi itu, Fitrian Ardiansyah, chairperson Yayasan Inisiatif Dagang Hijau, menyatakan bahwa pembiayaan PLTS atap akan menjadi salah satu ceruk bisnis bagi koperasi.
“Ekonomi hijau itu terbentuk di tingkat masyarakat lokal, koperasi adalah lembaga keuangan yang pas untuk menjemput bola pada peluang ini,” tuturnya.