TEMPO Interaktif, Jakarta – Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia mendesak pemerintah untuk mengusut keputusan PT PLN (Persero) yang menaikkan tarif listrik bagi pelanggan di atas 6.600 watt. Sebab, penetapan tarif bukan di tangan PLN, namun wewenang pemerintah melalui konsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat. “Harus dilihat ada pelanggaran atau tidak, apakah PLN berhak menetapkan tarif tersebut,” ujar Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia Husna Zahir kepada Tempo, Ahad (14/2).
Dalam Pasal 5 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan disebutkan, pemerintah berwenang menetapkan tarif tenaga listrik untuk konsumen dari pemegang izin usaha penyediaan tenaga listrik. Husna setuju bila alasan kenaikan tarif untuk mengurangi subsidi bagi masyarakat menengah ke atas. “Tapi mekanisme subsidi dan tarif masih dipegang pemerintah,” katanya.
Anggota Komisi Energi dan Lingkungan Dewan Perwakilan Rakyat justru mendesak PLN membatalkan kenaikan tarif tersebut. “Kami minta penetapan itu dikonsultasikan dulu ke DPR,” ujar anggota Komisi dari Fraksi Golkar Satya Wira Yudha ketika dihubungi Tempo kemarin.
Sementara Direktur Utama PLN Dahlan Iskan menginterpretasikan kenaikan ini hanya ada di komponen tarif penggunaan. “Ini bukan tarif daftar listrik,” ujar Dahlan. Ia mengatakan, penetapan tarif tersebut ditujukan untuk golongan menengah ke atas. “Anda tahu siapa yang rumahnya pakai 6.600 watt ke atas?” katanya. “Haruskah mereka diberi subsidi?”
Melalui Surat Keputusan Direktur Utama PLN, para pelanggan listrik berdaya 6.600 watt ke atas dikenakan perhitungan tarif baru sejak Januari. PLN memperketat batas hemat para pelanggan itu dari 90 jam menjadi 50 jam. Pelanggan yang mempergunakan listrik di atas 50 persen jam nyala nasional (149 jam sebulan) dikenakan tarif nonsubsidi, yaitu Rp 1.380 per kilowatt jam.
Analis kelistrikan Fabby Tumiwa berpendapat, Dahlan harus mencabut surat keputusannya. “Surat itu tidak jelas karena pelanggan tidak diberi tahu bagaimana hitungan penetapan tarif barunya,” tutur Fabby. Karena itu, ia menilai PLN tidak transparan.
Fabby mengatakan setuju jika tarif listrik untuk pelanggan menengah ke atas dinaikkan atau tidak diberikan subsidi. Namun, PLN harus elegan dalam memutuskan masalah itu. “Harus ada pengubahan struktur tarif atau ketetapan lain agar tarif itu bisa diganti,” ujarnya. “Dan kewenangannya ada di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral.”
Ia menduga aksi kenaikan tarif ini hanya akal-akalan pemerintah yang enggan menaikkan tarif dan PLN yang mendapat bola panasnya. “Direktur Jenderal Listrik dan Pemanfaatan Energi (Jacobus Purwono) pasti tahu soal ini dan dia harus dimintakan klarifikasi,” tutur Fabby.
SORTA TOBING
Sumber: http://www.tempointeraktif.com.