Negosiasi perubahan iklim di Durban masih berjalan dengan sangat lambat, walaupun ada harapan terjadi sejumlah kesepakatan di isu adaptasi dan pendanaan, tetapi kejelasan masa depan Protokol Kyoto setelah 2012 “masih jauh panggang dari api.”
Ditengah hiruk-pikuk Durban, sebuah tim peneliti dari Swiss Federal Institute of Technology (ETH) Zurich memberikan kesimpulan bahwa lebih dari 74% kenaikan temperatur rata-rata bumi yang diobservasi sejak 1950, disebabkan oleh aktivitas manusia, dan hanya kurang dari seperempatnya disebabkan oleh faktor variabilitas iklim alami. Hasil penelitian ini dipublikasikan baru-baru di jurnal Nature Geoscience.
Kedua peneliti, Reto Knutti dan Markus Huber Huber yang menggunakan metode perhitungan berdasarkan keseimbangan energi bumi (earth energy balance) menemukan bahwa gas-gas rumah kaca berkontribusi 0,6-1,1° C terhadap pemanasan global (kenaikan temperatur) yang diamati sejak pertengahan abad kedua puluh, dengan nilai statistik yang paling memungkinkan adalah sekitar 0,85 ° C. Sekitar setengah dari kontribusi gas rumah kaca tersebut – 0,45 ° C – dihilangkan oleh efek pendinginan dari aerosol yang berada di atmosfer.
Model iklim kompleks yang mereka buat memberikan hasil adanya pemanasan global netto (total kenaikan temperatur dikurangi dengan kenaikan temperatur karena radiasi sinar matahari yang masuk ke bumi) sebesar 0,5°C. Model ini relatif dekat dengan hasik kenaikan temperatur permukaan melalui observasi langsung sejak 1950 sebesar 0,55°C. Adapun dampak dari perubahaan intensitas radiasi sinar matahari terhadap kenaikan temperatur, sebagaimana yang selama ini menjadi inti argumentasi dari para penyangkal perubahan iklim (climate skeptic), hanya berkontribusi sebesar 0,07°C. Dengan demikian, setelah menghilangkan berbagai faktor alami, kedua peneliti ini kembali menegaskan bahwa aktivitas manusia yang menjadi kontributor terbesar peningkatan pemanasan global yang memicu terjadinya perubahan iklim (FT).