Jakarta, 31 Oktober 2025 – Indonesia telah meluncurkan bursa karbon pada tahun 2023, dan melakukan uji coba perdagangan karbon tahap awal (early stage development) pada rentang waktu 2023-2025. Fokus pada tahap awal adalah memperkuat ekosistem kebijakan dan mekanisme perdagangan karbon. Pada tahun 2025, Indonesia juga telah meluncurkan perdagangan karbon internasional.
Riza Suarga, Chairman Indonesia Carbon Trade Association, mengatakan bahwa Perpres 98/2021 tentang Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon masih memiliki beberapa kelemahan utamanya terkait skema voluntary market yang belum mengatur secara spesifik pihak yang wajib berpartisipasi dalam aktivitas perdagangan karbon.
“Semoga revisi Perpres 98/2021 dapat terwujud Saat ini, celah tersebut mulai diisi melalui mekanisme Measurement, Reporting, and Evaluation (MRE) dan pengakuan terhadap lima standar internasional yaitu Verra, Gold Standard, GCC, Plan Vivo, dan Pure Earth. Yang jelas, sekarang proses penguatan mekanisme sedang berjalan. Harapannya, hal ini dapat mempercepat pencapaian target NDC sekaligus meningkatkan potensi pendapatan nasional.,” kata Riza
I Nyoman Sukayasa, Kepala Departemen Pemeriksaan Khusus, Pengawasan Keuangan Derivatif, Bursa Karbon dan Transaksi Efek, OJK melihat bahwa isu sustainable finance di pasar modal sudah diakomodir pemerintah diantaranya melalui pelaporan keberlanjutan (sustainability disclosure), penerbitan sukuk hijau, serta inisiatif carbon trading.
“Total transaksi bursa karbon Indonesia saat ini secara besaran nilai mungkin belum terlalu besar, namun secara growth sangat menjanjikan, dan masih berpotensi untuk terus tumbuh,” kata Nyoman.
Agus Sari, CEO Lanskap, dan anggota Indonesia Clean Energy Forum (ICEF) menjelaskan bahwa carbon market based mechanism dapat digunakan untuk sebagai strategi pensiun dini PLTU batubara.
“Jika hanya menggunakan skema konvensional, penutupan PLTU batubara adalah money losing business, maka perlu adanya tambahan mekanisme untuk memberikan insentif bagi pemerintah maupun IPP yang akan mempercepat penutupan PLTU-nya,” kata Agus Sari.
Penghentian lebih cepat PLTU batubara berarti mencegah emisi dilepaskan ke atmosfer. Per satu gigawatt PLTU kita dapat menghindari 20-25 juta ton CO2.
Rekomendasi komprehensif dari Indonesia Energy Transition Dialogue (IETD) 2025 yang diselenggarakan oleh Institute for Essential Services Reform (IESR) dan Indonesia Clean Energy Forum (ICEF) serta didukung oleh British Embassy Jakarta melalui proyek Green Energy Transition Indonesia (GETI). dapat diakses pada tautan IETD 2025: Tiga Rekomendasi Utama untuk Mewujudkan Transisi Energi yang Berdampak – IESR