Memaksimalkan Peran Strategis Indonesia dalam BRICS untuk Masa Depan Energi Hijau

Jakarta, 11 Juli 2025 – Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto telah menghadiri hari pertama Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) BRICS 2025 yang digelar di Rio de Janeiro, Brasil, pada Minggu (6/7). Kehadiran Presiden Prabowo menjadi momen bersejarah di mana untuk pertama kalinya Indonesia berpartisipasi sebagai anggota penuh BRICS. Keterlibatan ini sejalan dengan sejarah panjang Indonesia dalam gerakan Non-Blok, yang dipelopori lewat Konferensi Asia Afrika 1955 di Bandung. Hal ini diungkapkan Benita Sashia, Staff Program Diplomasi Iklim dan Energi, Institute for Essential Services Reform (IESR) dalam Lokakarya Memperkuat Diplomasi Iklim dan Energi Indonesia dalam Kerangka Selatan-Selatan pada Rabu (9/7). 

“Keikutsertaan Indonesia dalam kelompok BRICS membuka peluang strategis yang signifikan dalam mendukung agenda transisi energi nasional. Di tengah tantangan pembiayaan, hambatan struktural, dan keterbatasan kapasitas teknis, Indonesia dituntut untuk memainkan peran yang lebih aktif dan mengintegrasikan kepentingan iklim dan energi terbarukan di dalam platform ini,” tegas Benita. 

Benita menyatakan,  BRICS memberikan berbagai peluang yang dapat dimanfaatkan Indonesia untuk memperkuat fondasi transisi energi berkeadilan. Misalnya saja  alternatif pembiayaan non-Barat melalui New Development Bank (NDB), dengan pendanaan ini memberikan fleksibilitas lebih besar tanpa ketentuan politik atau ekonomi yang bersifat mengikat seperti pada lembaga keuangan multilateral konvensional. Tidak hanya itu, BRICS dapat menjadi forum strategis bagi negara-negara Global South untuk memperjuangkan kepentingan bersama dalam kemandirian energi.

“Forum BRICS ini juga dapat menjadi akses Indonesia terhadap teknologi bersih dan keahlian dari negara mitra seperti Tiongkok, India, dan Brasil. Mengingat,  negara-negara ini telah lebih dahulu mengembangkan solusi energi terbarukan. Bahkan, BRICS juga memungkinkan pertukaran pengetahuan dan praktik terbaik yang dapat mempercepat pembangunan infrastruktur energi bersih di Indonesia,” kata Benita. 

Untuk memaksimalkan potensi dari keanggotaan BRICS, IESR merekomendasikan beberapa langkah kebijakan yang disarankan yakni pertama, meningkatkan koordinasi lintas kementerian yang bertanggung jawab atas transisi energi, keamanan energi, serta adaptasi dan mitigasi perubahan iklim. Kedua, berpartisipasi aktif dalam berbagai kelompok kerja BRICS+, khususnya yang berfokus pada transisi hijau. Keterlibatan ini penting untuk memastikan kepentingan nasional Indonesia dalam isu iklim terakomodasi dalam agenda global. Ketiga, memperkuat hubungan bilateral dengan negara anggota BRICS lainnya, terutama Tiongkok dalam hal pengembangan teknologi hijau, pembiayaan proyek hijau, dan diplomasi energi.

Share on :

Leave a comment