Jakarta, 27 Agustus 2024 – Selain transformasi sistem energi secara besar-besaran, transisi energi akan membawa perubahan sistem ekonomi termasuk lapangan kerja. Lapangan pekerjaan merupakan isu krusial dan sensitif bagi pemerintah karena sektor ini akan berimplikasi pada pertumbuhan ekonomi. Untuk menghadapi era transisi energi diperlukan perencanaan dan persiapan sistematis untuk sektor pekerjaan.
Fabby Tumiwa, Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) pada webinar bertajuk “Menakar Kesiapan Sumber Daya Manusia Indonesia dalam Proses Transisi Energi”, menyatakan bahwa hingga 2050, akan ada perubahan besar dalam lanskap pekerjaan di Indonesia.
“Akan tercipta 3,2 juta pekerjaan baru di 2050, dimana 1,2 juta diantaranya tercipta di pekerjaan berbasis teknis. Terdapat empat sektor PLTS, PLTB, Bio energi, PLTA (hidro). Studi IESR menunjukkan lapangan kerja yang muncul akan lebih besar daripada pekerjaan yang hilang,” kata Fabby.
Menghadapi hal ini diperlukan penyesuaian kurikulum yang lebih sesuai dengan kebutuhan industri ke depan.
Ahmad Khulaemi, Widyaiswara Ahli Madya, Kementerian ESDM menyatakan bahwa pihaknya mendorong dua strategi peningkatan SDM dalam menghadapi transisi energi.
“Kami mendorong adanya pelatihan dan sertifikasi. Pelatihan ini meliputi sub sektor ketenagalistrikan, energi terbarukan dan konservasi energi. Sementara untuk sertifikasi, terdapat dua lembaga sertifikasi yaitu Lembaga Sertifikasi Kompetensi (LSK) PPSDM EBTKE dan Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) BPSDM ESDM,” katanya.
Contoh pelatihan teknis dan sertifikasi adalah pengoperasian dan pemeliharaan PLTS dengan berbagai materi, seperti identifikasi dan penanganan PLTS, serta pelatihan dan layanan jasa konversi motor listrik.
Adi Nuryanto, Direktur Kemitraan dan Penyelarasan Dunia Usaha dan Dunia Industri, Kemendikbudristek sepakat bahwa transisi energi ini membawa peluang juga tantangan, karena terdapat kesenjangan (gap) antara kebutuhan industri dengan kurikulum pendidikan.
“Kami melakukan sejumlah kolaborasi dengan industri meliputi magang, penyusunan kurikulum bersama, praktisi industri mengajar, project based learning, sertifikasi kompetensi, riset terapan, komitmen serapan tenaga kerja, dan sharing update dari industri untuk pendidikan vokasi,” katanya.
Kemendikbudristek juga menyusun peta jalan transformasi pendidikan vokasi meliputi peningkatan mutu dan relevansi pendidikan vokasi, harmonisasi kualitas dan relevansi, koordinasi regulasi dan kebijakan.
Aria Nagasastra, Direktur Eksekutif Koaksi Indonesia, menyebutkan bahwa dibutuhkan pendekatan keilmuan yang lebih terpadu dalam menghadapi green jobs.
“Kami melihat kebutuhan penguatan keilmuan yang bukan cuma langsung dari teknik vokasi, tetapi juga bersifat mendasar. Kita ingin dengan adanya (transisi) energi terbarukan, tenaga kerja bisa mendapatkan kesempatan yang luas dan posisi yang tinggi setingginya.”
Aria menambahkan, roadmap yang telah dibuat oleh KESDM dan roadmap green jobs yang dibuat oleh Bappenas harus terus menerus dilihat lagi dan diperbarui sesuai situasi yang berkembang.
Deon Arinaldo, Manajer Program Transformasi Energi IESR, menekankan bahwa transisi energi merupakan suatu transformasi rantai nilai secara menyeluruh, dan Indonesia harus bisa terlibat aktif dalam proses transformasi itu agar memetik manfaat maksimal dari transisi energi.
“Indonesia perlu identifikasi value-chain strategis dalam transformasi ekonomi ini dimana SDM Indonesia harus unggul agar dapat menguasai value chain tersebut. Contohnya PLTS terapung, bukan hanya pada adopsi PLTS, bisa juga floaters, perawatan, dan komponen lain. SDM Indonesia harus disiapkan mulai dari tenaga kerja terampil hingga peneliti,” kata Deon.
Webinar ini merupakan pra-acara Indonesia Energy Transition Dialogue 2024 yang akan berlangsung pada 7-8 Oktober 2024 dengan tema “Delivering Just and Orderly Energy Transition”. Cari tahu lebih banyak dan daftar di ietd.info