Bekasi, 23 Januari 2024 – Kehidupan manusia tidak dapat dipisahkan dari macam-macam penggunaan energi. Mulai dari skala rumah tangga untuk memasak, hingga skala utilitas seperti pembangkit listrik dengan kapasitas ratusan megawatt. Meskipun kegiatan pemanfaatan energi selalu dilakukan setiap hari, namun pemahaman dan literasi tentang energi masih terus harus dibangun, utamanya tentang penggunaan sumber energi yang bersifat terbarukan dan lebih bersih.
Institute for Essential Services Reform (IESR) secara aktif menggandeng berbagai pihak untuk terus membangun pemahaman dan kapasitas tentang transisi energi, salah satunya melalui program Jelajah Energi. Jelajah Energi merupakan suatu upaya mendokumentasikan berbagai praktik baik pemanfaatan energi terbarukan di masyarakat maupun pada sektor industri.
Deon Arinaldo, Program Manager Transformasi Energi IESR, dalam lokakarya pengantar Jelajah Energi Jawa Barat, menyatakan bahwa pemahaman mendalam tentang transisi energi dan manfaatnya bagi lingkungan serta manfaat sosial ekonomi menjadi motivasi penggerak partisipasi masyarakat dalam proses transisi energi.
“Pemahaman masyarakat yang tepat terhadap pemanfaatan energi terbarukan i, diharapkan dapat memberikan dukungan penuh dalam implementasi solusi-solusi berbasis energi bersih,” kata Deon.
Dalam forum yang sama, Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jawa Barat, Ai Saadiyah Dwidaningsih, menyampaikan bahwa kegiatan Jelajah Energi Jawa Barat ini menjadi suatu kegiatan yang relevan dengan situasi Jawa Barat saat ini yang telah mencatat penggunaan energi terbarukan sebesar 23,41% pada 2023.
“Jawa Barat memiliki potensi renewable energi sebesar 192 GW, mulai dari surya, biomassa, panas bumi, hidro dan angin. Namun dari 192 GW potensi ini baru 3,41 GW atau 2% saja yang sudah terutilisasi,” kata Ai.
Ai menambahkan kegiatan Jelajah Energi Jawa Barat akan memberikan pengalaman untuk memahami dan mengetahui perkembangan transisi energi ini di Indonesia, khususnya di Jawa Barat, sehingga harapannya akan muncul inisiatif atau masukan kolaborasi lintas sektor.
Setelah workshop pengantar, perjalanan Jelajah Energi dimulai dengan berkunjung ke unit Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) Bantar Gebang. PLTSa Bantar Gebang berlokasi di Tempat Pembuangan Sampah Terpadu (TPST) Bantar Gebang dan merupakan salah satu tempat pembuangan sampah terbesar di dunia.
Unit PLTSa Bantar Gebang ini merupakan suatu proyek percontohan (pilot project) milik Pemerintah Daerah DKI Jakarta. Saat ini PLTSa Bantar Gebang menghasilkan listrik sekitar 750 kWh per hari. Listrik yang dihasilkan ini digunakan untuk operasional PLTSa dan TPST Bantar Gebang, dan tergunakan sekitar 300-450 kWh.
Harun Al Rasyid, Wakil Manajer Operasional PLTSa Bantar Gebang, menyatakan bahwa adanya kelebihan daya (excess power) sehingga perlu dipikirkan opsi penggunaan kelebihan daya ini.
“Karena kita tidak masuk grid, jadi sekarang kelebihan daya terbuang,” jelas Harun.
Selain digunakan sebagai bahan bakar PLTSa, sampah dari TPST Bantar Gebang juga digunakan sebagai refuse derived fuel (RDF). Ari Prihantono dari tim Nathabumi PT Solusi Bangun Indonesia Tbk, mengatakan bahwa RDF menjadi suatu bahan bakar alternatif yang hemat biaya (cost effective).
“Pemilahan sampah menjadi tantangan terbesar dalam proses rantai pasokan RDF ini. Pembenahan proses pemilahan ini menjadi kunci pembenahan rantai pasok RDF. Jika kita dapat melakukan pemilahan sejak awal, kita dapat memangkas biaya pemilahan terpusat,” kata Ari.
PLTSa Bantar Gebang juga menghasilkan paving block dari Fly Ash Bottom Ash (FABA) sisa pembakaran dari PLTSa. Dari 100 ton sampah per hari, dapat menghasilkan 10 ton FABA yang dapat digunakan.