Jakarta, 13 September 2023 – Transisi energi semakin tak terhindarkan seiring dengan menguatnya komitmen iklim global. Sektor energi menjadi salah satu sektor yang disorot mengingat emisi yang dihasilkan begitu tinggi. Hal yang kurang-lebih sama juga terjadi di Indonesia. Komitmen Pemerintah Indonesia untuk mencapai status net zero emission diiringi sejumlah strategi dan rencana salah satunya intervensi pada sektor energi khususnya sektor ketenagalistrikan.
Dijelaskan Fabby Tumiwa, Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform, bahwa sektor ketenagalistrikan merupakan sektor low-hanging fruit atau sektor yang cukup mudah untuk dilakukan transisi.
“Keberhasilan transisi di sektor kelistrikan akan mempercepat transisi di sektor lainnya seperti industri dan transportasi,” jelas Fabby dalam webinar bertajuk “Mempersiapkan Transisi Energi Indonesia & Antisipasi Implikasinya serta Peluncuran Indonesia Energy Transition Dialogue”.
Ditambahkan oleh Manajer Program Transformasi Energi, Institute for Essential Services Reform, Deon Arinaldo, sektor ketenagalistrikan memiliki infrastruktur pendukung yang cukup solid untuk bertransisi.
“Sektor kelistrikan memberikan akses kesempatan dekarbonisasi yang terbuka luas. Teknologinya sudah tersedia, terdapat potensi pendanaan internasional seperti JETP, sudah mulai ada kerangka kebijakan pendukung seperti Perpres 112/2022,” kata Deon.
Hal ini selaras dengan strategi yang dirancang oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Disampaikan oleh Gigih Udi Atmo, Direktur Konservasi Energi, Kementerian ESDM bahwa prioritas pemerintah juga sektor kelistrikan.
“Dalam peta jalan yang kami susun, power sector sudah nol emission sebelum 2060, antara tahun 2057-2058. Sisanya dari sektor hard to abate, seperti industri dan transportasi,” katanya.
Adanya kemauan dan dukungan kebijakan untuk bertransisi adalah hal baik namun hal itu dirasa belum cukup oleh Adam Adiwinata, Konsultan ASEAN Energy Transition Outlook, IRENA.
“Efektifitas dan konsistensi kebijakan-kebijakan harus diperhatikan agar transisi energi terjadi secara masif dan terakselerasi. Indonesia harus agile dalam melihat suatu kebijakan, apakah kebijakan tersebut dapat diperbaiki atau diterapkan untuk mendukung transisi energi di Indonesia,” jelas Adam.
Kerangka kebijakan yang konsisten menjadi salah satu poin enabling environment untuk mendorong penetrasi energi terbarukan secara masif. Hal ini dikemukakan oleh ekonom Faisal Basri, yang juga anggota Indonesia Clean Energy Forum.
“Seringkali, enabling environment Indonesia yang mempersulit untuk mendapatkan pendanaan. Kebijakan yang rawan berubah-ubah membuat institusi atau negara ragu untuk memberikan uangnya untuk Indonesia,” kata Faisal.
Faisal juga menambahkan komitmen seperti penerapan pajak karbon yang terus ditunda menunjukkan lemahnya komitmen Indonesia dalam bertransisi energi.