Singapura, 23 Oktober 2024 – Dalam dinamika transformasi energi, aspek narasi yang menarik tidak dapat dilebih-lebihkan, karena hal ini membantu memperjelas sentimen publik, membantu pemerintah dalam merumuskan kebijakan, dan mewakili sikap sosial tentang perdebatan tentang transisi energi.
Mengetahui urgensi dan memberdayakan narasi dalam isu ini dapat menerjemahkan pengetahuan yang sulit dan teknis menjadi konsep yang relevan dan dapat dipahami, yang sangat penting untuk meningkatkan kesadaran publik dan dukungan untuk mengatasi keprihatinan bersama kita terhadap krisis iklim yang sedang kita alami.
Dalam rangkaian acara Singapore International Energy Week 2024, Institute for Essential Services Reform (IESR) dan juga Institute for Climate and Sustainable Cities (ICSC), menyelenggarakan Lokakarya Komunikasi untuk Mitra Southeast Asia Energy Transition Coalition (SETC) pada hari Rabu, 23 Oktober 2024, bertempat di Lee Kuan Yew School of Public Policy (LKY SPP), National University of Singapore.
Lokakarya ini secara efektif mencakup subjek-subjek penting yang terkait dengan bagaimana transisi energi disampaikan di setiap negara ASEAN, serta bagaimana praktik terbaik untuk memenangkan narasi di tingkat mikro yang berdampak pada keberhasilan kolektif di tingkat makro.
Ira Dominique Guerrero, Manajer Komunikasi Eksternal ICSC Filipina berbagi pengalamannya bahwa untuk melibatkan lebih banyak orang dalam wacana transisi energi, kita perlu membuat topik sekaligus percakapan yang beresonansi dengan mereka.
“Ketika kita berbicara kepada masyarakat yang tidak memiliki pengetahuan sebelumnya tentang energi, kita perlu menerjemahkan jargon teknis tersebut sehingga mereka dapat memahami isu tersebut dan bersedia membangun kapasitas mereka sendiri untuk memahami isu tersebut,” kata Ira.
Léa Klein, Direktur Senior MakeSense Asia kemudian melanjutkan dengan menjelaskan apa yang telah dilakukan organisasinya dalam menarasikan isu-isu transisi energi. Membangun komunitas pendukung adalah pendekatan yang paling berhasil untuk menyatukan lebih banyak orang guna membicarakan transisi energi.
“Karena kami membutuhkan wajah baru untuk menjadi ‘pengkhotbah’ tentang transisi energi, kami tidak membatasi audiens dan merangkul semakin banyak orang dengan melatih orang-orang yang belum melek pada isu non-energi tetapi memiliki nilai-nilai yang sama dengan kami,” katanya.
Media memainkan peran penting dalam membentuk iklim narasi dan transformasi energi. Oleh karena itu, penting untuk memahami kebutuhan media.
“Sebagai media, kami selalu mendapatkan ribuan berita, tetapi yang selalu menarik bagi kami adalah topik yang memiliki perspektif yang unik dan dapat memancing perdebatan,” jelas Robbin Hicks, Wakil Editor, Eco Business Singapore.
Robbin menyoroti bahwa media ingin melihat lebih banyak wawasan dari isu iklim dan transisi energi di seluruh Asia Tenggara. Oleh karena itu, hasil penelitian dari masing-masing negara menjadi bagian dan bahan yang menarik bagi ruang redaksi.
Energi dan iklim tidak dapat dipisahkan dari kehidupan masyarakat. Cara para ilmuwan, lembaga pemikir (think tank), organisasi non pemerintahan, dan aktivis berbicara tentang isu iklim dan energi terkadang berbeda dari cara orang kebanyakan membicarakannya. Oleh karena itu, kita perlu berupaya untuk mempersempit kesenjangan ini dengan menerjemahkan jargon teknis sehingga dapat dicerna dengan mudah oleh orang-orang di luar sektor energi, sementara itu, peningkatan kapasitas bagi mereka yang berpikiran sama, bahkan yang tidak berasal dari latar belakang energi, juga diperlukan untuk mendorong narasi iklim lebih besar lagi.