Jakarta, 25 April 2024 – Upaya global untuk menekan laju perubahan iklim dengan mengurangi emisi memasuki babak konsolidasi global. Sejak 2023, Independent Global Stocktake (iGST), sebuah konsorsium aktor masyarakat sipil yang berkumpul untuk mendukung Global Stocktake yang pertama dalam rangka menilai progress progress Persetujuan Paris (2015)
Dalam webinar bertajuk Navigating the Outcomes of the First Global Stocktake in Southeast Asia, Arief Rosadi, Koordinator Diplomasi Iklim Institute for Essential Services Reform (IESR) menyatakan bahwa hasil dari GST yang pertama belum banyak berpengaruh pada proses transisi energi di kawasan Asia Tenggara.
“Hal yang paling penting dari proses GST ini adalah harus dapat diterjemahkan pada kebijakan iklim yang lebih ambisius. Transisi energi adalah low hanging fruit bagi Asia Tenggara, meningkatkan target energi terbarukan dan ambisi iklim tidak hanya berkontribusi terhadap penurunan emisi namun memberi sinyal positif untuk mendorong transformasi menuju ekonomi rendah karbon (low carbon economy) di kawasan” kata Arief.
Arief menekankan upaya untuk meningkatkan efisiensi energi dua kali lipat dan tiga kali lipat energi terbarukan (Double Down, Triple Up) pada tahun 2030 merupakan tahapan krusial untuk mendorong transisi energi di kawasan Asia Tenggara. Dirinya juga menambahkan bahwa periode dua tahun kedepan merupakan momen krusial bagi Asia Tenggara mengingat ASEAN sedang menyusun ASEAN Post Vision 2025 dan dokumen kebijakan energi APAEC (ASEAN Plan of Action on Energy Cooperation) terbaru. Poin GST pertama mengenai efisiensi energi dua kali lipat dan tiga kali lipat energi terbarukan perlu tercermin di kedua dokumen tersebut.
Di tingkat perencanaan, pelaksanaan hingga evaluasi kebijakan, peran tenaga ahli atau lembaga riset independen penting untuk memberikan pandangan serta masukan alternatif bagi perumus kebijakan. Serta perlu memastikan adanya partisipasi yang bermakna (meaningful participation) oleh seluruh pihak yang terlibat dan berpotensi terimbas kebijakan tersebut.
Danize Lukban, analis kebijakan iklim Institute for Climate and Sustainable Cities (ICSC), mengingatkan pentingnya kebijakan (iklim) berbasis data ilmiah dalam proses transisi ini.
“Dalam proses perencanaan kebijakan (turunan iGST), peran tenaga ahli iklim dan lembaga yang melakukan riset krusial untuk memberikan pandangan dan masukan alternatif bagi pembuat kebijakan,” katanya.
ASEAN sebagai suatu badan konsolidasi negara-negara di Asia Tenggara diharapkan dapat menjadi wadah konsolidasi bagi negara-negara anggotanya untuk menghasilkan aksi iklim yang lebih ambisius dan kolaboratif dengan cakupan kawasan Asia Tenggara.
Global Stocktake, Persetujuan Paris, ASEAN, transisi energi, energi terbarukan, efisiensi energi, perubahan iklim, Asia Tenggara, kebijakan iklim, low carbon economy, ASEAN Post Vision 2025, APAEC