Jakarta, 10 September 2024 – Transisi energi memegang peran kunci dalam mewujudkan visi Indonesia Emas 2045, di mana Indonesia bercita-cita menjadi negara maju dengan ekonomi berkelanjutan yang seimbang dengan upaya penurunan emisi . Mengurangi ketergantungan pada energi fosil dan beralih ke energi terbarukan merupakan langkah penting dalam mencapai tujuan tersebut.
Ervan Maksum, Deputi Bidang Sarana dan Prasarana, Bappenas dalam pembukaan acara Indonesia Sustainable Energy Week (ISEW) pada Selasa (10/9/2024) menegaskan, percepatan transisi energi berkeadilan menjadi kunci pencapaian Indonesia Emas 2045.
“Indonesia berkomitmen untuk terus meningkatkan ambisinya dalam pengurangan emisi gas rumah kaca. Agar transisi ini berhasil, energi terbarukan yang murah dan terjangkau harus menjadi fokus dalam pengembangan masa depan,” ujar Ervan.
Eniya Listiani Dewi, Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM, menjelaskan bahwa Indonesia memiliki potensi energi terbarukan yang sangat besar. Dengan potensi energi terbarukan sekitar 3,6 GW yang baru dimanfaatkan 0,3 persen. Untuk memaksimalkan potensi ini, kolaborasi internasional sangat diperlukan.
“Terdapat peluang besar dalam pengembangan PLTS atap dan PLTS terapung, serta akan disusun peta jalan strategi kelistrikan nasional yang baru untuk memaksimalkan pemanfaatan energi terbarukan. Dengan kebijakan energi nasional yang disesuaikan, Indonesia berpotensi mengintegrasikan lebih dari 367 GW energi terbarukan pada 2060 ke dalam sistem kelistrikan nasional,” ujar Eniya.
Setali tiga uang, Thomas Graf, Wakil Kepala Misi, Kedutaan Besar Republik Federal Jerman untuk Indonesia, ASEAN dan Timor Leste menekankan bahwa Indonesia tidak sendirian dalam perjalanan transisi energi ini, karena negara-negara seperti Jerman dan mitra lainnya siap mendukung. Melalui platform seperti Just Energy Transition Partnership (JETP), Indonesia mendapatkan pendanaan sekitar USD 20 miliar atau sekitar Rp 300 triliun untuk transisi dan dekarbonisasi energi, di mana Jerman telah memberikan kontribusi sekitar USD 1 miliar untuk proyek JETP dan USD 2,4 miliar untuk memperkuat sektor energi berkelanjutan di Indonesia.
“JETP tidak hanya mendukung transisi menuju pembangkit listrik yang ramah iklim, tetapi juga menjadi katalis bagi inovasi dan peningkatan nilai tambah bagi perekonomian Indonesia. Kolaborasi ini mencerminkan bahwa percepatan transisi energi tidak hanya membawa manfaat lingkungan, tetapi juga mampu mendorong pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan,” imbuh Thomas.
Di lain sisi, Agus P. Tampubolon, Manajer Program CASE Indonesia, IESR mengungkapkan beberapa tren dalam narasi transisi energi di Indonesia sepanjang 2021-2022. Pertama, ada peningkatan kesadaran akan pentingnya perlindungan lingkungan, bersamaan dengan upaya meningkatkan perekonomian. Kedua, masih banyak masyarakat yang belum familiar dengan energi terbarukan dan transisi energi. Ketiga, terdapat peningkatan signifikan dalam pemberitaan mengenai transisi energi dari tahun ke tahun. Keempat, semakin banyak pemangku kepentingan yang menyampaikan pesan-pesan kunci mendukung transisi energi. Kelima, teknologi baru dan instrumen keuangan muncul sebagai akselerator dalam transisi energi.
“Sementara itu, pada tahun 2023, dengan mengumpulkan 531 ribu kata kunci terkait transisi energi dari berbagai artikel media, analisis ini menghasilkan gambaran besar tentang bagaimana narasi energi dibangun. Tiga aktor utama dalam pembentukan narasi ini adalah aktor politik, newsroom media, dan buzzer media sosial. Melihat narasi transisi energi yang semakin berkembang, kami melihat keterlibatan masyarakat dalam isu ini menjadi krusial melalui berbagai aktivitas yang mendukung dan menyebarkan pesan-pesan terkait pentingnya transisi energi,” ujar Agus.