Jakarta, 25 Juni 2024 – Untuk menghidupi semangat pengurangan emisi yang dideklarasikan secara global melalui Persetujuan Paris (Paris Agreement), dokumen Nationally Determined Contributions (NDC) memiliki peran penting untuk memastikan tercapainya ambisi untuk menjaga kenaikan suhu bumi tidak lebih dari 1,5 derajat Celcius. Saat ini negara penandatangan Persetujuan Paris saat ini tengah diminta untuk melihat kembali dan menyusun NDC Kedua (Second NDC, SNDC) untuk disampaikan pada Sekretariat UNFCCC, hal ini juga tengah dilakukan Indonesia.
Dengan NDC Indonesia saat ini, (enhanced NDC) akan mengakibatkan kenaikan suhu bumi hingga 2,5 – 2,9 derajat Celcius pada tahun 2030. Analis Pertanian, Kehutanan, dan Penggunaan Lahan, Institute for Essential Services Reform (IESR), Anindita Hapsari menyampaikan bahwa dalam penyusunan NDC Kedua (SNDC) pemerintah Indonesia memasukkan sejumlah aspek baru untuk membuatnya lebih selaras dengan target 1.5 derajat Celcius.
“Beberapa hal baru yang akan termuat dalam Second NDC antara lain adanya kesepakatan baseline tahun 2019, penambahan sektor maritim dalam upaya mitigasi, serta penambahan kategori zat emisi berupa HFC,” kata Anin pada acara Media Briefing: Rekomendasi Masyarakat Sipil untuk Second Nationally Determined Contribution (SNDC) Indonesia.
Anindita melanjutkan, untuk memastikan NDC Kedua ini benar-benar selaras dengan target Paris, setidaknya terdapat empat faktor yang perlu diperhatikan dalam proses penyusunan NDC yaitu peningkatan ambisi, keuangan dan keadilan, kredibilitas, dan transparansi. Jika keempat faktor ini diimplementasikan dalam proses penyusunan NDC, diharapkan dokumen yang dihasilkan pun adalah yang lebih selaras dengan kebutuhan membatasi emisi sesuai Persetujuan Paris.
Sektor energi sebagai salah satu sektor penghasil emisi terbesar mendapatkan banyak sorotan. Di sisi lain, sektor ketenagalistrikan diyakini sebagai low-hanging fruit atau sektor yang akan memiliki daya ungkit tinggi ketika telah didekarbonisasi. Untuk itu strategi dan rencana aksi dekarbonisasi sektor energi memerlukan perhitungan yang presisi dan tepat. Sejumlah Organisasi Masyarakat Sipil (OMS) yang tergabung dalam Koalisi Keadilan Iklim telah menyusun rekomendasi sektoral untuk penyusunan NDC kedua Indonesia, salah satunya sektor energi.
Akbar Bagaskara, Analis Sektor Ketenagalistrikan IESR, salah satu penyusun rekomendasi sektoral menyatakan bahwa salah satu rekomendasi aksi mitigasi sektor energi adalah perubahan indikator target dari sebelumnya berupa kapasitas terpasang menjadi bauran energi.
“Hal ini kami rekomendasikan karena dari kapasitas terpasang yang sama misal 10 GW solar (matahari) dengan 10 GW hidro akan menghasilkan energi yang berbeda, akibatnya emisi yang dihasilkan juga akan berbeda. Jadi yang akan menjadi patokan di kemudian hari adalah jumlah emisi yang dikurangi,” jelas Akbar.
Akbar juga menekankan perlunya penyelarasan target pengurangan emisi lintas sektor. Strategi pengurangan emisi sektor energi akan berkaitan dengan sektor Sektor Pertanian, Kehutanan, dan Penggunaan Lahan Lainnya (Agriculture, Forestry and Other Land Use,AFOLU). Maka perlu ada garis batas yang jelas untuk tiap sektor dalam memanfaatkan sumber daya agar tidak saling merugikan.
Dari sektor AFOLU, terdapat peluang besar untuk menurunkan emisi dengan membuat aturan payung hukum yang kuat untuk hutan alam Indonesia.
Yosi Amalia, Program Officer Hutan dan Iklim, Yayasan Madani Berkelanjutan mengatakan bahwa terdapat 9,7 juta ha hutan alam yang belum dilindungi oleh peraturan, dan ini dapat menjadi peluang Indonesia untuk menghasilkan NDC yang lebih kuat dan ambisius.
“Selain itu (aturan kuat untuk hutan alam), pada sektor AFOLU pemerintah juga harus memperluas dan memperkuat pengelolaan hutan berbasis masyarakat,” tambah Yosi.
Yosi juga menjelaskan bahwa NDC Kedua ini harus mampu memastikan kerangka pengamanan sosial dan lingkungan dalam transisi energi, investasi, dan nilai ekonomi karbon. Melalui implementasi NDC harus dipastikan terjadi resiliensi ekologi, sosial dan ekonomi di masyarakat.
NDC, Persetujuan Paris, emisi karbon, perubahan iklim, energi terbarukan, dekarbonisasi, sektor energi, AFOLU, hutan alam, transisi energi, mitigasi perubahan iklim