Jakarta, 9 Maret 2023 – Energi surya memiliki potensi untuk dikembangkan secara masif di Indonesia. Institute for Essential Services Reform dalam laporan bertajuk “Beyond 207GW” menyebutkan bahwa potensi teknis energi surya di Indonesia mencapai 20.000 GW. Sayangnya, pemanfaatan energi surya masih minim. Tercatat, kapasitas terpasang energi surya baru sekitar 270,3 MW hingga 2022.
Dalam talkshow “Bincang Energi Surya” kolaborasi enam institusi yaitu Institute for Essential Services Reform (IESR), Solar Scholars Indonesia (SSI), Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Australia, Asosiasi Peneliti Indonesia Korea (APIK), Institut Energi Surya Generasi Baru (Insygnia), dan Solarin, Anindita Satria Surya, Vice President Transisi Energi dan Perubahan Iklim PT PLN menyatakan bahwa pengembangan energi surya sangat diperlukan untuk pengembangan energi terbarukan.
“Gambaran skenario JETP adalah pertama, membangun baseload yang besar seperti PLTA, kedua, membangun jaringan transmisi yang kuat, dan yang ketiga, membangun pembangkit pendukung seperti PLTS,” jelasnya menjelaskan gambaran besar rencana PLN dalam membangun pembangkit energi terbarukan dalam beberapa tahun ke depan.
Selain rencana investasi komprehensif untuk pelaksanaan program Just Energy Transition Partnership, pembangunan pembangkit energi terbarukan juga berpedoman pada RUPTL. Dalam RUPTL 2021-2030, direncanakan bahwa Indonesia akan memiliki lebih dari 50% energi yang digunakan berasal dari sumber energi terbarukan. Energi surya sendiri direncanakan akan bertambah sebanyak 4,6 GW hingga tahun 2030.
Widi Nugroho, Sub Koordinator Pengawasan Usaha Aneka EBT, Kementerian ESDM menegaskan untuk mengejar target bauran energi terbarukan 23% pada tahun 2025 akan diutamakan pemenuhannya dengan energi surya.
“Untuk pembangunan pembangkit EBT diutamakan sesuai RUPTL 2021 – 2030 di mana surya akan bertambah sebesar 4,6 GW di 2030,” jelasnya.
Berdasarkan perencanaan pemerintah, energi surya akan menjadi penopang utama sistem ketenagalistrikan Indonesia dengan kapasitas 461 GW pada tahun 2060. Terpilihnya Indonesia sebagai penerima dana transisi energi Just Energy Transition Partnership (JETP) membuka berbagai peluang pendanaan proyek energi terbarukan dan riset teknologi.
Dalam kesempatan yang sama, Muhamad Rosyid Jazuli, Peneliti Kebijakan, Paramadina Public Policy Institute, menyatakan bahwa saat ini terdapat satu tantangan utama dari sisi kebijakan yaitu bertumpuknya sejumlah komitmen yang tidak dibarengi dengan regulasi turunan sehingga kemajuan untuk mencapai komitmen yang sudah dijanjikan tidak berjalan mulus.
“Tingginya dominasi batubara pada sistem kelistrikan Indonesia dan harga batubara yang dianggap relatif lebih murah menjadi salah satu tantangan pengembangan energi terbarukan khususnya surya,” jelas Rosyid.
Rosyid juga menambahkan bahwa selain kebijakan persepsi masyarakat perlu dibangun terkait dengan energi terbarukan dan teknologi rendah karbon supaya terjadi perubahan perilaku. Saat ini energi terbarukan ataupun teknologi rendah karbon lain seperti kendaraan listrik ataupun PLTS atap belum menjadi pilihan utama masyarakat. Terbatasnya informasi terkait dengan teknologi dan harga yang masih relatif lebih mahal menjadi beberapa faktor pemberat di masyarakat.
Bincang Energi Surya merupakan serangkaian acara diseminasi publik seputar energi surya. Diseminasi tematik energi surya akan diselenggarakan secara regular, setiap dua minggu hingga Juni 2023 mendatang, yang mencakup topik; lanskap energi surya Indonesia, kebijakan terkini, teknologi, industri, sosio-ekonomi dan kesiapan sumber daya manusia dalam mendukung Just Energy Transition Partnership (JETP) dan target Net Zero Emission (NZE).