Jakarta, 25 September 2024 – Permintaan listrik energi terbarukan khususnya dari sektor industri di Indonesia diproyeksi mengalami kenaikan. Industri besar, terutama yang tergabung dalam RE100, memiliki target penggunaan energi terbarukan dalam skala besar membutuhkan terobosan agar kebutuhan ini terpenuhi.
Deon Arinaldo, Manajer Program Transformasi Sistem Energi, Institute for Essential Services Reform (IESR) menjelaskan bahwa kebutuhan energi terbarukan penting dan akses langsung untuk memanfaatkan jaringan listrik memiliki demand tersendiri. Hal ini dapat terlihat jelas dengan beberapa perusahaan yang sudah memiliki target energi terbarukan dalam operasionalnya. Menurutnya, kebutuhan akses energi terbarukan yang muncul ini perlu dipikirkan solusinya agar mampu menyediakan supply yang tepat sesuai kebutuhan tersebut.
“Listrik yang bersumber dari energi terbarukan, bukan hanya sekadar listrik saja. Hal ini butuh standar atau klasifikasi yang membuat kebutuhan perusahaan meminta (sisi demand) akses langsung pemanfaatan jaringan/power wheeling. Hal ini perlu kita perhatikan karena kebutuhan ini akan terus bertumbuh,” kata Deon.
His Muhammad Bintang, Koordinator Riset Sumber Daya Energi dan Listrik, IESR menyatakan bahwa perhatian utama IESR dalam pemanfaatan bersama jaringan listrik adalah peningkatan akses energi terbarukan. Kami melihat terdapat peningkatan permintaan energi terbarukan, salah satunya dari industri, dan untuk membangun jaringan sendiri butuh waktu lama.
“Skema power wheeling dapat membuka peluang partisipasi swasta yang akan mempercepat proses akselerasi energi terbarukan. Skema sentralisasi saat ini membuat peningkatan energi terbarukan masih lambat dalam hal realisasi proyek-nya,” katanya.
Dr. Eko Adhi Setiawan, Associate Professor Universitas Indonesia menjelaskan Indonesia perlu secara serius memikirkan langkah adopsi skema power wheeling. Saat ini power wheeling diterapkan oleh negara dengan sistem pasar kelistrikan terbuka (wholesale market).
“Alternatif yang saya coba tawarkan adalah citizen power wheeling, yakni power wheeling dengan skala kecil yang teragregasi, dekat dengan puncak beban, dan meningkatkan peran masyarakat,” katanya.
Devi Kusumaningtyas, Director of Government and Public Affairs NIKE South and Southeast Asia memberikan pandangan pihak industri (perusahaan multinasional) yang saat ini tengah melakukan asesmen terhadap investasi supply chain.
“Negara-negara tujuan ekspor kami tidak hanya melihat fasilitas-fasilitas yang dimiliki dan dioperasikan langsung oleh Nike, tetapi seluruh rantai pasoknya. Begitu juga ada dorongan konsumen untuk mengkonsumsi produk yang memiliki nilai keberlanjutan dan rendah karbon,” kata Devi.
Devi juga menambahkan bukan hanya menjawab kebutuhan konsumen, perusahaan multinasional perlu mengadopsi energi terbarukan agar dapat masuk ke pasar global, termasuk Uni Eropa, Amerika dan Australia.
Warsono, EVP Perencanaan Sistem Ketenagalistrikan PLN menjelaskan salah satu kendala penerapan power wheeling di Indonesia adalah belum adanya sistem operator dan market operator yang independen di Indonesia.
“Power Wheeling idealnya membutuhkan adanya market operator dan sistem operator yang independen, agar bisa menjadi pengelola transaksi dan operasi dengan banyak pelaku dengan terbuka dan adil, terutama jika terjadi dispute/permasalahan antar pelaku/penyedia jasa kelistrikan/pembangkit,” kata Warsono.