New York, 24 September 2024 – Transisi energi menjadi agenda global yang krusial sebagai satu upaya mitigasi perubahan iklim dan menghindarkan dunia dari dampak perubahan iklim yang lebih besar jika batas kenaikan suhu bumi 1,5 derajat (Persetujuan Paris) terlampaui.
Indonesia sebagai pihak penandatangan Persetujuan Paris menetapkan komitmen tersebut melalui UU No. 16 tahun 2016. Untuk mencapai target komitmen iklim ini berbagai peraturan dan kerangka kebijakan dibuat salah satunya di bidang keuangan melalui Peraturan Menteri Keuangan No. 103/2023. Peraturan ini menjadi pedoman praktis bagi platform pembiayaan transisi energi, serta sebagai basis legal bagi dukungan fiskal nasional (APBN) maupun sumber pendanaan lain untuk percepatan transisi energi.
Muhammad Aulia Anis, Staf Program Transisi Berkeadilan, Institute for Essential Services Reform (IESR), dalam webinar berjudul Driving Climate Implementation and Financing the Energy Transition in the G20 menyatakan bahwa keberadaan aturan ini diharapkan dapat memobilisasi pendanaan untuk transisi energi Indonesia.
“Indonesia membutuhkan 30-40 miliar USD setiap tahunnya untuk mencapai target energi terbarukan pada tahun 2025, 2050 dan 2060. Masih terdapat kesenjangan (gap) kebutuhan dana yang besar yang harus dipenuhi dari sektor swasta,” katanya.
Aulia menambahkan penilaian yang dilakukan IESR terhadap infrastruktur kebijakan fiskal untuk transisi energi di Indonesia, meliputi Lembaga & Tata Kelola (Institution & Governance), Pengawasan (Oversight), dan Sumber Daya (Resourcing), berada pada kategori medium. Hal ini karena untuk tiga kategori ini secara peraturan atau panduan telah tersedia, namun pada tahap implementasi masih memiliki beberapa catatan dan hambatan. Sementara kategori Legal Status kategorinya adalah kuat (strong).
IESR menekankan harmonisasi peraturan dan target pengurangan emisi antar lembaga tinggi di Indonesia juga menjadi hal penting untuk dilakukan agar dapat mempercepat adopsi energi terbarukan dan pencapaian target transisi energi. Dengan adanya target pengurangan emisi dan adopsi energi terbarukan yang sama, maka akan muncul aturan turunan yang mendukung pencapaian target tersebut. Proses ini juga akan mengeliminasi tantangan bersama seperti kandungan TKDN pada teknologi energi terbarukan, harga DMO batubara, dan subsidi energi.