Menangani Polusi Udara di Jakarta: Peran Intervensi PLTU Menuju Pensiun Dini

Jakarta, 11 Agustus 2023 – Polusi udara saat ini masih menjadi masalah di berbagai wilayah. Walaupun kesadaran terhadap isu polusi udara telah tumbuh, urgensi menemukan solusi belum menjadi prioritas. Padahal, dampaknya besar bagi semua orang, termasuk anak-anak sebagai kelompok yang paling rentan.

Co-founder Startup Nafas, Piotr Jakubowski memaparkan, polusi udara jauh lebih tinggi di musim kemarau daripada musim hujan. Hal ini terjadi karena arah angin yang terkoneksi dengan sumber polusi. Berdasarkan studi Center for Research on Energy and Clean Air (CREA), perubahan musim itu sangat berdampak terhadap polusi udara. Piotr menuturkan masalah polusi udara sudah menjadi persoalan sehari-hari di Indonesia sehingga masyarakat perlu melindungi kesehatan diri sendiri dan mulai memikirkan penyelesaian masalah polusi udara secara sistemik. 

“Saat ini terdapat beberapa kategori sumber polusi seperti PLTU, industri, transportasi, logistik, pembakaran lahan, pembakaran sampah yang sembarangan. Sebenarnya sumber polusi itu tergantung dari aktivitas perkotaan itu sendiri dan dampaknya seperti apa itu juga bergantung dengan lokasi geografisnya. Misalnya saja Kota Bandung yang memiliki udara sejuk. Namun demikian,  lokasi kota Bandung secara geografis terletak pada posisi cekungan, sehingga polusi udara di sana tinggi banget dan apabila tidak kena angin maka polusinya bisa bertahan lama dibandingkan Jakarta yang memiliki sumber angin dari laut,” ujar Piotr dalam diskusi ringan Twitter atau X Space yang berjudul Tepis Polusi Udara dengan Intervensi PLTU Batubara

Analis utama CREA, Lauri Myllyvirta menuturkan berdasarkan studi terbaru CREA dan IESR berjudul Health Benefits of Just Energy Transition and Coal Phase-out in Indonesia, PLTU batubara bertanggung jawab atas 10.500 kematian di Indonesia pada 2022. Angka ini bisa semakin meningkat tajam, mencapai 180.000 kematian apabila PLTU batubara tak segera pensiun tahun 2040. 

“Jakarta menjadi salah satu kota di Indonesia yang paling terdampak dari PLTU batubara karena terdapat beberapa PLTU di sekitarnya. Selama musim kemarau, arah angin timur ke selatan, yang berarti PLTU di Cirebon, Cilacap dan sebagainya yang menyebabkan polusi di Jakarta. Udara yang datang ke Jakarta itu sudah terpolusi dan ditambah ada emisi di Jakarta, serta ada reaksi kimia diantara polutan, hal ini menyebabkan polusi udara semakin tinggi,” tegas Lauri. 

Untuk itu, menurut Lauri, sebaiknya pemerintah memasang alat pengendali emisi juga di PLTU sehingga bisa mengontrol emisi yang dikeluarkan oleh PLTU. Menurut kajian CREA dan IESR, emisi polutan udara dari PLTU batubara menjadi salah satu penyebab atas angka kehilangan nyawa di Indonesia serta meningkatnya beban biaya kesehatan. Pada 2022, biaya kesehatan yang ditimbulkan akibat pengoperasian PLTU batubara di Indonesia bisa mencapai USD 7,4 miliar atau setara Rp111,126 triliun. 

Analis Senior Institute for Essential Services Reform (IESR), Raditya Yudha Wiranegara menyatakan, PLTU yang tersebar di sekitar Jakarta menjadi kontributor tingginya polusi di Jakarta. Ia memaparkan ada sekitar 8 PLTU yang mengepung Jakarta, seperti di sebelah timur Jakarta (PLTU Suralaya, PLTU Lontar, PLTU Banten) dan di barat (PLTU Cirebon 1 dan 2, PLTU Batang, PLTU Tanjung Jati). Berdasarkan studi CREA dan IESR, terdapat beberapa PLTU yang dinilai memiliki dampak paling besar terhadap kesehatan, diukur dari jumlahkematian yang disebabkan serta biaya kesehatan. 

“Terdapat lima PLTU teratas yang terindikasi memiliki dampak paling signifikan terhadap kesehatan diantaranya PLTU Batang, PLTU Lontar, PLTU Cirebon 1 dan 2, PLTU Cilacap. Kita mengetahui kelima PLTU ini terhubung dengan jaringan kelistrikan Jawa-Bali yang saat ini statusnya oversupply. Ketika nantinya lima PLTU ini dipertimbangkan untuk dipensiunkan, seharusnya tidak menjadi masalah bagi polusi udara di Jakarta. Namun terdapat kekhawatiran dari PLN, apakah hal ini akan menyebabkan ketidakstabilan pada jaringan karena kebanyakan PLTU di list ini berada di sebelah barat, dan seperti kita ketahui beban paling banyak memang di Jawa bagian barat. Untuk itu, perlu dipertimbangkan dan apabila memang dipensiunkan PLTU tersebut maka perlu diikuti kesigapan pemerintah dan PLN untuk melakukan akselerasi energi terbarukan, termasuk pembangunan PLTS,” tegas Raditya.   

 

Share on :

Leave a comment