Semarang, 21 Agustus 2025 – Jawa Tengah memiliki peran strategis dalam mendukung perekonomian nasional melalui sektor industrinya yang terus tumbuh dan berkembang. Pada tahun 2024, sektor industri pengolahan tercatat sebagai penyumbang terbesar dalam perekonomian daerah, dengan kontribusi sekitar 33,84 persen berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Jawa Tengah. Seiring dengan kontribusinya yang cukup besar, sektor industri di Jawa Tengah perlu menerapkan praktik industri hijau di tengah krisis iklim yang terjadi saat ini.
Agus Prasutio, Kepala Biro Perekonomian, Sekretariat Daerah Provinsi Jawa Tengah mengungkapkan pihaknya telah berkomitmen untuk mendorong industri untuk mengadopsi praktik industri hijau sebagai upaya akselerasi industri hijau di Jawa Tengah. Ia menekankan saat ini Jawa Tengah berhasil meraih peringkat ketiga nasional dalam kategori Pemerintah Daerah dengan implementasi Industri Hijau terbaik se-Indonesia. Prestasi ini diharapkan dapat terus ditingkatkan hingga Jawa Tengah mampu meraih posisi terbaik. Namun, yang lebih penting dari penghargaan tersebut adalah bagaimana mendorong industri-industri di Jawa Tengah untuk benar-benar menerapkan standar industri hijau secara konsisten.
“Salah satu langkah yang kami lakukan melalui Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Jawa Tengah yakni melalui penerbitan Surat Edaran (SE) Gubernur Jawa Tengah tentang akselerasi transisi energi dengan pemanfaatan energi terbarukan di sektor industri menuju industri hijau. Aturan ini menjadi upaya agar industri-industri dapat menerapkan praktik-praktik hijau.” ujar Agus Prasutio dalam acara Gelar Wicara Publik di Halaman Kantor Gubernur Jawa Tengah (21/08).
Selain itu, Agus Prasutio menyatakan Disperindag Jawa Tengah tengah menyiapkan Forum Industri Hijau Daerah sebagai wadah bagi industri kecil dan menengah (IKM) untuk memenuhi klasifikasi industri hijau sekaligus merancang instrumen pendampingan yang dibutuhkan. Ke depannya, pemerintah daerah berencana memberikan penghargaan khusus bagi industri hijau di tingkat kabupaten/kota sebagai stimulus agar semakin banyak pelaku industri yang mengadopsi prinsip keberlanjutan.
Disisi lain, Rahmat Jaya Eka Syahputra, Koordinator Keterlibatan Pemangku Kepentingan Industri Net-Zero, Program Dekarbonisasi Industri, Institute for essential services reform (IESR) menjelaskan langkah transformasi industri hijau di Jawa Tengah tidak hanya sejalan dengan kebijakan nasional menuju target Net Zero Emission (NZE) 2060 atau lebih cepat, tetapi juga merupakan tuntutan pasar dan konsumen global.
“Misalnya saja kebijakan Carbon Border Adjustment Mechanism (CBAM) yang akan diberlakukan Uni Eropa untuk produk impor seperti baja, semen, ammonia, dan energi. Selain itu, meningkatnya permintaan terhadap praktik industri berkelanjutan membuat industri domestik tidak bisa lagi menunda perubahan, dan harus segera bertransformasi menuju industri hijau agar tetap kompetitif,” kata Rahmat.
Lebih lanjut, Rahmat juga menyoroti pentingnya kerjasama dan kolaborasi yang intensif dari seluruh pemangku kepentingan, termasuk di level kabupaten/kota. Untuk mendorong akselerasi industri hijau, kolaborasi perlu dilakukan tidak hanya antar organisasi perangkat daerah (OPD), tetapi Dinas Perindustrian dan Perdagangan di tingkat kabupaten/kota harus didorong untuk melakukan pendampingan secara langsung kepada IKM di daerahnya agar dapat berjalan lebih efektif dan masif.