Mendorong Kemandirian Energi di NTT

Kupang, 7 Mei 2025 – Sebagai provinsi kepulauan, NTT menghadapi tantangan besar terkait kemandirian energi. Sebagian besar sumber energi fosil yang digunakan di NTT selama ini dikirimkan dari luar pulau, menjadikannya rentan terhadap gangguan pasokan energi. Terutama di Pulau Timor, yang terletak jauh dari pulau-pulau besar di NTT, dan belum ada rencana interkoneksi ke pulau-pulau lain seperti NTB atau Bali. Hal ini dikatakan Alvin Putra Sisdwinugraha, Analis Sistem Ketenagalistrikan dan Energi Terbarukan, IESR dalam acara Pra-peluncuran Studi IESR NZE Island, Studi Kasus Pulau Timor pada Rabu (7/5). 

“Kemandirian energi menjadi sangat penting bagi Pulau Timor, tidak hanya untuk mendukung pengurangan emisi, tetapi juga untuk mengatasi ketergantungan pada energi fosil yang selama ini menjadi faktor risiko. Oleh karena itu, pencapaian 100 persen energi terbarukan di Pulau Timor menjadi langkah strategis untuk memastikan pasokan energi yang stabil dan berkelanjutan,” ujar Alvin. 

Lebih lanjut, Alvin menegaskan, Pulau Timor memiliki infrastruktur ketenagalistrikan dengan backbone 70 KV, dan rencana pengembangan backbone 150 KV yang masih dalam proses. Meskipun demikian, distribusi beban pembangkitan listrik masih terkonsentrasi di bagian barat pulau, dengan beban puncak sekitar 200 MW pada tahun 2022-2023, yang diperkirakan akan meningkat menjadi 250 MW pada tahun 2025.

“Untuk mewujudkan kemandirian energi, diperlukan peningkatan kapasitas dan fleksibilitas sistem ketenagalistrikan, seperti pengoperasian smart grid dan energy storage yang dapat mendukung integrasi energi terbarukan secara efisien,” kata Alvin. 

Marthen Lussy, Kepala Bidang Energi Baru Terbarukan Dinas ESDM NTT, menekankan pentingnya keterlibatan masyarakat dalam perencanaan proyek energi terbarukan, khususnya terkait lahan adat. Ia mengungkapkan bahwa sosialisasi yang lebih baik dan transparansi diperlukan agar masyarakat mendukung dan merasa terlibat dalam perubahan ini.

Sementara itu, Frans Likadja, Lektor Kepala Universitas Nusa Cendana, menambahkan bahwa akuntabilitas dan transparansi dalam proyek sangat penting. Ia mengingatkan bahwa melibatkan masyarakat sedini mungkin dapat mengurangi resistensi terhadap teknologi baru dan memastikan keberhasilan jangka panjang proyek energi terbarukan.

Iaumid Manarabih, PLH. Manager Perencanaan Sistem PLN UIW NTT memaparkan, di Pulau Timor, yang menjadi salah satu pulau utama di NTT, tantangan terbesar terletak pada sebaran geografis yang sangat luas dan masyarakat yang tersebar. Hal ini menyebabkan banyak dusun dan daerah terpencil yang belum teraliri listrik. Keterbatasan infrastruktur dan jarak yang jauh antar daerah membuat penyediaan listrik menjadi lebih rumit dan memerlukan biaya yang lebih besar untuk membangun jaringan listrik yang memadai.

“Untuk itu, saya memberikan saran terkait dengan pengembangan Supersun, yaitu Individual Power Plan yang memanfaatkan tenaga surya di daerah-daerah dengan intensitas sinar matahari yang tinggi, seperti Sumba. Supersun dapat menjadi alternatif yang efektif untuk menciptakan akses energi yang lebih baik di daerah-daerah terpencil yang sulit dijangkau oleh jaringan listrik konvensional. Sementara itu, untuk Pulau Timor, pembangkit listrik dengan jaringan lebih luas dianggap sebagai solusi yang lebih tepat,” kata Iaumid. 

Torry Kuswardono, Direktur Eksekutif Yayasan Pikul, memberikan pandangan mendalam mengenai triple planetary crisis, yaitu krisis perubahan iklim, kehilangan biodiversitas, dan polusi lingkungan, yang kini menjadi tantangan global yang mendesak. Menurut Torry, untuk mengatasi krisis ini dan mencapai Net Zero Emissions (NZE), diperlukan transformasi ekonomi yang lebih luas dan holistik. Hal ini mencakup bukan hanya perubahan dalam sektor energi, tetapi juga di sektor-sektor lain yang berkontribusi terhadap dampak lingkungan.

“Dalam skenario energi jangka panjang, sumber energi lain seperti gelombang laut dan arus laut harus diperhitungkan. Teknologi untuk memanfaatkan energi dari laut ini sering kali diabaikan meskipun memiliki potensi besar untuk menghasilkan energi terbarukan yang berkelanjutan. Dengan memanfaatkan potensi energi laut, seperti energi dari gelombang dan arus laut, kita bisa memperkaya portofolio energi terbarukan Indonesia, yang akan mempercepat transisi menuju energi bersih,” ujar Torry.

Share on :

Leave a comment