Semarang, 11 November 2024 – Kebijakan Nilai Ekonomi Karbon (NEK) menjadi instrumen penting dalam menghadapi krisis iklim, baik dalam konteks mitigasi maupun adaptasi. Dengan adanya kebijakan ini, pemerintah dan pihak terkait dapat lebih efektif dalam memperkuat inisiatif pengurangan emisi karbon yang dibutuhkan untuk menekan laju perubahan iklim. NEK mendukung berbagai kebijakan dan proyek yang memiliki dampak positif terhadap lingkungan dan kualitas hidup masyarakat. Hal ini diungkapkan Muhammad Rizky Zein, Ahli Senior Keberlanjutan Bursa Efek Indonesia di Lokakarya Nilai Ekonomi Karbon sebagai Strategi Pendukung Pengurangan Emisi dan Pembangunan Berkelanjutan di Jawa Tengah yang diselenggarakan oleh Institute for Essential Services Reform (IESR) bekerja sama dengan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah pada Senin (11/11/2024).
“NEK beroperasi melalui dua mekanisme utama yaitu mekanisme perdagangan dan mekanisme denda. Mekanisme perdagangan karbon memungkinkan entitas yang berhasil menurunkan emisi karbon di bawah target untuk menjual kelebihan kredit karbon mereka kepada pihak yang belum mencapai target pengurangan emisi. Sementara itu, mekanisme non-perdagangan, seperti pajak karbon, bertujuan untuk memberikan insentif kepada pelaku industri dan bisnis untuk mengurangi emisi melalui sistem penalti atau denda,” jelas Zein.
Untuk mendukung implementasi NEK secara efektif, kata Zein, bursa karbon menjadi infrastruktur penting. Bursa karbon tidak hanya berperan sebagai tempat transaksi kredit karbon, tetapi juga sebagai sarana transparansi dan akuntabilitas bagi pelaku industri yang terlibat. Menurut Zein, dengan adanya bursa karbon, dekarbonisasi dapat dilaksanakan lebih terstruktur dan efisien, sehingga upaya pengurangan emisi dapat tercapai lebih cepat.
Joko Tri Haryanto, Direktur Utama Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH) Kementerian Keuangan Republik Indonesia menegaskan, pihaknya berharap dapat memainkan peran signifikan dalam memobilisasi berbagai sumber pendanaan terkait pengelolaan lingkungan hidup. Kolaborasi dengan berbagai pihak, baik dari sektor pemerintah maupun swasta, sangat diperlukan untuk mendukung pelaksanaan NEK yang efektif. Dana yang terkumpul dapat digunakan untuk proyek-proyek lingkungan yang memiliki dampak besar terhadap mitigasi perubahan iklim.
“Bagi daerah-daerah di Indonesia, NEK memberikan peluang untuk mengakses pendanaan melalui mekanisme result-based payment (RBP) atau kerjasama investasi. Melalui mekanisme ini, pemerintah daerah dapat berperan sebagai penerima manfaat atas keberhasilan mereka dalam mengurangi emisi atau melakukan tindakan lain yang mendukung pelestarian lingkungan,” kata Joko.
Bayu Nugroho, Koordinator Perlindungan Lingkungan Ketenagalistrikan, Kementerian ESDM memaparkan, daerah sebagai lokus sumber emisi sekaligus sebagai lokus kegiatan mitigasi mempunyai peran penting, begitu pula di dalam penyelenggaraan NEK dan transisi energi. Misalnya saja pelaku usaha di daerah dapat berpartisipasi di dalam perdagangan karbon melalui optimalisasi dan peran serta pada kegiatan aksi mitigasi di sektor energi, serta adanya pengembangan peta jalan NEK yang terintegrasi pengembangan sistem dan mekanisme inventarisasi GRK yang akuntabel, transparan, inklusif, dan berkelanjutan
“Energi terbarukan juga menjadi sektor penting yang dapat dioptimalkan Jawa Tengah untuk mendukung NEK. Program seperti GEF Sustainability Energy membuka kesempatan pendanaan yang dapat mendukung peralihan ke energi yang lebih ramah lingkungan, yang pada akhirnya akan mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil,” tutur Bayu.
Rizqi Prasetyo, Koordinator Subnasional Akses Energi Berkelanjutan IESR mengungkapkan penyelenggaraan Lokakarya Nilai Ekonomi Karbon bertujuan untuk meningkatkan pemahaman Organisasi Perangkat Daerah (OPD) di Jawa Tengah terkait peran yang dapat diambil Pemerintah Daerah dalam penyelenggaraan NKE, sehingga diharapkan dapat mendorong praktik pengurangan emisi oleh berbagai pihak.
“Pemahaman yang tepat mengenai NEK dapat mendorong pembangunan ekonomi yang berkelanjutan dan mendorong upaya pengurangan emisi. Kolaborasi lintas sektor antara pemerintah daerah, sektor swasta, dan lembaga keuangan perlu didorong agar dapat tercipta ekosistem investasi rendah emisi melalui implementasi NEK,” ungkap Rizqi.
Acara tersebut dihadiri oleh 137 peserta yang terdiri dari 64 peserta hadir luring dan 73 peserta hadir daring, yang terdiri dari perwakilan OPD tingkat provinsi serta kabupaten/kota, akademisi, dan industri di Jawa Tengah.