Mendorong Pemanfaatan Hidrogen Hijau untuk Dekarbonisasi Melalui KH2I

Jakarta, 24 Maret 2025 – Penggunaan hidrogen menjadi salah satu solusi untuk mengurangi emisi karbon dan mendukung dekarbonisasi, seiring komitmen Indonesia  untuk mewujudkan ketahanan energi nasional sebagai bagian dari Asta Cita, yang menekankan bahwa ketahanan energi bukan hanya kebutuhan, tetapi juga prasyarat kemandirian. 

Koordinator Pelayanan dan Pengawasan Usaha Aneka Energi Baru Terbarukan Kementerian ESDM, Muhamad Alhaqurahman Isa menyatakan, hidrogen memiliki potensi besar di sektor industri, khususnya untuk menggantikan bahan bakar fosil dalam industri berat seperti besi baja dan semen. Di sektor transportasi, hidrogen dapat digunakan untuk kendaraan berat, sementara di sektor energi, hidrogen dan amonia dapat menjadi bahan bakar pengganti. 

“Permintaan terhadap hidrogen diperkirakan akan terus meningkat, sehingga kerjasama lintas sektor sangat diperlukan untuk meningkatkan investasi dalam pengembangan hidrogen nasional.  Saat ini peta jalan (roadmap) hidrogen dan amonia nasional sedang difinalisasi, yang akan mencakup strategi implementasi, rencana aksi, serta evaluasi dan monitoring,” ujar Alhaqurahman dalam acara diskusi dan pengenalan untuk Komunitas Hidrogen Hijau Indonesia (KH2I), Menuju Ekosistem Hidrogen Hijau di Indonesia yang diselenggarakan oleh Institute for Essential Services Reform (IESR) pada Senin (24/3/2025). 

Menurut Alhaqurahman, keberhasilan transisi energi berbasis hidrogen membutuhkan dukungan kebijakan yang komprehensif dan investasi yang berkelanjutan. Lembaga riset juga memiliki peran penting dalam mempersiapkan sumber daya manusia, mendorong transfer pengetahuan, dan melakukan riset dan pengembangan untuk implementasi hidrogen di Indonesia. Transisi energi berbasis hidrogen bukan lagi pilihan, melainkan keharusan untuk mencapai ketahanan energi, dan untuk itu, ekosistem hidrogen harus dibangun bersama-sama.

Fabby Tumiwa, Direktur Eksekutif IESR menuturkan,  penggunaan hidrogen berbasis fosil diprediksi akan menurun drastis pada tahun 2050, dengan penggantinya hidrogen biru dan hijau. Hidrogen hijau khususnya memiliki potensi besar untuk menjadi komoditas ekspor, sekaligus memperkuat pasar energi nasional. Selain itu, hidrogen hijau dapat menggantikan peran batubara yang selama ini menjadi sumber pendapatan negara, serta berperan dalam dekarbonisasi sektor energi yang saat ini masih dominan menggunakan energi fosil.

“Namun, tantangan terbesar dalam pengembangan hidrogen hijau adalah biaya produksinya yang masih cukup tinggi, berkisar antara USD 3,8 hingga 12 per kilogram. Untuk membuat harga hidrogen hijau setara dengan hidrogen abu-abu, ada dua faktor kunci yang harus dicapai.  Pertama, harga listrik dari energi terbarukan harus benar-benar murah, idealnya di bawah 4 sen per kWh. Kedua, harga alat elektrolizer harus lebih rendah lagi. Meskipun harga elektrolizer terus menurun, harga listrik dari energi terbarukan masih menjadi tantangan besar di Indonesia,” terang Fabby. 

Namun, meski tantangan tersebut ada, Fabby mengatakan, perkembangan teknologi produksi hidrogen hijau terus berjalan. Teknologi elektrolisis, baik jenis alkalin maupun pemisahan lainnya, menjadi pilihan utama. Selain itu, teknologi baru seperti penggunaan thermal dengan suhu tinggi, yang bisa digunakan untuk industri seperti smelter, juga memberikan harapan. Indonesia juga memiliki potensi panas bumi yang bisa dimanfaatkan untuk menghasilkan hidrogen hijau, yang menambah peluang besar untuk pengembangan energi terbarukan di dalam negeri.

Di lain sisi, Muhammad Taufik, Manajer Pengembangan Bisnis-Bisnis Masa Depan, Pertamina NRE, mengatakan, pihaknya telah meluncurkan proyek bisnis hidrogen bersih yang berlokasi di 17 titik pasokan yang telah dinilai dan kerjasama dengan pemain global dan domestik. Proyek ini tersebar di berbagai wilayah Indonesia, termasuk Sumatra, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, dan Papua. Proyek ini bertujuan untuk memperkenalkan hidrogen hijau sebagai solusi yang lebih ramah lingkungan untuk menggantikan hidrogen abu-abu yang selama ini dipasok secara eksternal.

“Dalam menjalankan proyek ini, terdapat empat hal yang menjadi perhatian kami untuk memastikan keberhasilan proyek hidrogennya, yaitu memastikan kesiapan pasar dan kepatuhan, membuka potensi insentif ekonomi, menunjukkan komitmen Indonesia terhadap Net Zero Emission (NZE), serta membuka peluang global. Dengan langkah-langkah tersebut, kami berkomitmen untuk mendukung transisi energi berkelanjutan di Indonesia dan memperkuat posisinya dalam pasar global energi hijau,” kata Taufik. 

Matthieu Geze, Presiden Direktur PT HDF Energy Indonesia menyatakan,Indonesia memiliki peluang besar untuk menjadi pemimpin dalam adopsi hidrogen, mengingat kebutuhan energi yang terus berkembang dan tantangan geografis yang ada. 

“Salah satu tantangan terbesar adalah geografis Indonesia yang terdiri dari banyak pulau. Fokus selama ini cenderung pada pulau-pulau besar seperti Sumatra dan Jawa, yang lebih mudah diakses oleh Perusahaan Listrik Negara (PLN). Namun, hidrogen bisa menjadi solusi bagi wilayah kecil dan terpencil yang memiliki biaya logistik tinggi, menjadikannya sangat relevan bagi Indonesia, negara dengan jumlah pulau terbanyak setelah Filipina. Harga hidrogen ini sebenarnya bersaing dengan energi berbasis fosil, namun dengan adopsi yang lebih luas, biaya dapat ditekan,” papar Matthieu. 

Sementara itu, Erina Mursati, Manajer Program Green Energy Transition Indonesia (GETI), IESR mengatakan, untuk memperkuat kolaborasi seluruh pihak dalam pengembangan hidrogen hijau di Indonesia, maka IESR berinisiatif untuk membentuk Komunitas Hidrogen Hijau Indonesia (KH2I), dengan tiga fokus utama yakni advokasi kebijakan, pengembangan pasar dan kolaborasi erat di berbagai sektor, termasuk pemerintah, industri, dan lembaga riset, untuk mempercepat adopsi dan implementasi hidrogen hijau.

“Dengan adanya KH2I, diharapkan Indonesia dapat mempercepat transisi energi menuju hidrogen hijau, yang tidak hanya berperan dalam mengurangi emisi karbon, tetapi juga membuka peluang ekonomi baru dan memperkuat ketahanan energi nasional,” imbuh Erina. 

IESR saat ini tengah membuka registrasi bagi individu maupun organisasi yang ingin bergabung sebagai anggota Koalisi Hidrogen Hijau Indonesia (KH2I). Bagi yang berminat untuk berkontribusi dalam inisiatif ini, pendaftaran dapat dilakukan melalui tautan s.id/EkosistemHidrogenHijau.

Share on :

Leave a comment