Mendorong Sumatra Selatan Jadi Lumbung Energi Terbarukan

Palembang, 16 September 2025 – Sumatra Selatan, sebagai salah satu provinsi dengan ketergantungan tinggi pada energi fosil, khususnya batu bara, tengah bergerak menuju transisi energi yang lebih berkelanjutan. Salah satu langkah penting dalam proses ini adalah adanya Peraturan Daerah (Perda) Provinsi Sumatra Selatan Nomor 2 Tahun 2025, yang menjadi landasan kebijakan energi di provinsi ini. Kebijakan dalam Perda ini fokus pada tiga aspek utama yakni aksesibilitas, jangkauan, dan kualitas energi. Hal ini bertujuan untuk memastikan bahwa seluruh masyarakat Sumatera Selatan dapat menikmati akses energi yang lebih baik, tanpa terkecuali. Hal ini dikatakan Brilian Faisal, Perencana Ahli Madya, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Provinsi Sumatera Selatan dalam Dialog Khusus Bersama Institute for Essential Services Reform (IESR) di Sriwijaya TV pada Selasa (16/9).

“Dalam konteks transisi energi, fokus utama saat ini adalah pada sektor listrik, terutama untuk masyarakat yang belum terjangkau oleh listrik PLN. Sumatera Selatan, melalui kebijakan ini, berupaya untuk memfasilitasi penyediaan listrik bagi daerah-daerah yang belum tersentuh oleh jaringan PLN, dengan tujuan memberikan akses energi yang lebih merata bagi seluruh masyarakat, terutama di daerah-daerah terpencil,” kata Faisal.

Lebih lanjut, Faisal menyatakan proses transisi energi ini tidaklah mudah, terutama ketika melihat dampak dari penutupan PLTU batubara. Salah satu tantangan utama adalah bagaimana mengatasi dampak sosial ekonomi, terutama bagi masyarakat yang bekerja di sektor ini.

“Untuk itu, penting mempersiapkan sektor-sektor baru yang dapat menggantikan sektor energi fosil ini, seperti sektor pertanian yang menjadi sektor unggulan di Sumatera Selatan berdasarkan kajian IESR,” tegas Faisal.

Sodi Zakiy, Analis Sistem Informasi Geografis, IESR mengatakan transisi energi tidak hanya terbatas pada sektor energi, tetapi juga harus disertai dengan transformasi ekonomi. Sektor pertambangan di Sumatra Selatan, yang saat ini menjadi salah satu pilar ekonomi Sumatera Selatan, akan terdampak signifikan ketika sektor ini mulai berkurang atau berhenti beroperasi. Oleh karena itu, penting untuk memetakan sektor-sektor ekonomi baru yang bisa menggantikan sektor pertambangan.

“Studi IESR menunjukan potensi sektor pertanian di Kabupaten Lahat, seperti kopi, sebagai pengganti sektor pertambangan. Jika masyarakat yang sebelumnya bergantung pada pertambangan beralih ke sektor pertanian, mereka bisa tetap menjalankan aktivitas ekonomi yang mendukung kehidupan mereka. Proses peralihan ini memang membutuhkan waktu, tetapi kami optimis bahwa peralihan ini bisa berjalan dengan lancar dan tidak terlalu tiba-tiba bagi masyarakat yang terdampak,” tegas Sodi.

Sodi juga menyoroti pentingnya perhitungan ekonomi dalam transisi energi. Proses ini harus didasarkan pada analisis yang matang untuk memastikan bahwa teknologi yang diterapkan dapat berfungsi dengan baik dan efisien. Pengembangan teknologi energi terbarukan harus melalui kajian yang mendalam dan juga harus memperhatikan efisiensi biaya, agar transisi ini tidak hanya menguntungkan dari sisi lingkungan tetapi juga secara ekonomi.

“Salah satu langkah awal yang harus dilakukan menuju transisi energi dan transformasi ekonomi di Sumatra Selatan yakni pembaruan kebijakan energi daerah. Dengan adanya kebijakan yang lebih mendukung pengembangan energi terbarukan, implementasi energi terbarukan bisa dipercepat. Harapannya, kebijakan ini bisa diimplementasikan dalam jangka pendek sehingga masyarakat dan sektor terkait dapat merasakan manfaatnya lebih cepat,” tegas Sodi.

Share on :

Leave a comment