Semarang, 6 Februari 2025 – Jawa Tengah memiliki peran penting dalam perekonomian nasional, dengan sektor industri yang terus berkembang. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat secara nasional, kontribusi perekonomian Jawa Tengah sebesar 8,24 persen pada Triwulan III 2024, dengan industri pengolahan mendominasi struktur ekonomi Jawa Tengah memiliki kontribusi sekitar 33,31 persen. Namun, di tengah tantangan krisis iklim dan kebutuhan akan energi berkelanjutan, mendorong industri hijau menjadi langkah strategis yang perlu diperhatikan. Transformasi Energi
Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa memaparkan, pergeseran menuju industri yang lebih ramah lingkungan tidak hanya akan mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan, tetapi juga meningkatkan daya saing daerah di tingkat nasional maupun global. Untuk itu, kepemimpinan baru di Jawa Tengah diharapkan dapat lebih fokus pada penerapan kebijakan industri hijau. Transformasi Energi
“Salah satu langkah penting yang dapat dilakukan adalah meningkatkan pemanfaatan energi terbarukan dalam sektor industri, seperti energi surya dan biomassa, yang memiliki potensi besar di wilayah ini. Dengan demikian, industri di Jawa Tengah dapat beroperasi secara lebih efisien, mengurangi emisi karbon, serta menciptakan lingkungan yang lebih bersih dan sehat bagi masyarakat,” ujar Fabby dalam Media Gathering yang digelar IESR pada Kamis (6/2/2025).
Menurut Fabby, dengan banyaknya industri di wilayah ini, pemanfaatan PLTS di sektor industri dapat secara signifikan meningkatkan bauran energi bersih di daerah. Terlebih lagi, Jawa Tengah telah menjadi rumah bagi industri manufaktur PLTS besar seperti PT Lesso dan PT Trina Mas Agra Indonesia, yang seharusnya bisa lebih dioptimalkan oleh pasar domestik.
“Pemerintah daerah harus lebih proaktif dalam mendorong pengembangan energi terbarukan. Ini bukan hanya sejalan dengan target nasional untuk pertumbuhan ekonomi 8%, tetapi juga mendukung upaya mitigasi perubahan iklim. Selain itu, isu pengelolaan sampah juga harus menjadi prioritas, mengingat banyak daerah di Jawa Tengah yang telah masuk dalam kategori darurat sampah,” ujar Fabby Tumiwa.
Di lain sisi, Rizqi Prasetyo, Koordinator Subnasional, Program Akses Energi Berkelanjutan, IESR menyoroti pentingnya peran media massa dalam menyebarluaskan informasi mengenai transisi energi dan lingkungan. Berdasarkan pemantauan IESR, terdapat peningkatan yang signifikan dalam pemberitaan transisi energi dan lingkungan di Jawa Tengah, puncaknya terjadi pada tahun 2023—tercatat sebanyak 11.796 pemberitaan. Isu-isu utama yang mendominasi antara lain Pengembangan PLTS, termasuk proyek PLTS terapung PLN dan inisiatif pemasangan PLTS atap oleh perusahaan swasta, biomassa dan elektrifikasi kendaraan yang mencakup investasi manufaktur modul surya dan pabrik biomassa, dan partisipasi desa dan sekolah dalam program energi bersih, yang menunjukkan kesadaran yang semakin tinggi terhadap energi terbarukan.
“Sentimen pemberitaan tersebut didominasi oleh aspek positif. Namun demikian, masih terdapat narasi negatif yang mencerminkan tantangan dalam pengembangan energi alternatif di Jawa Tengah. Misalnya saja kendala implementasi energi terbarukan di daerah yang belum merata dan berbagai hambatan teknis maupun kebijakan,” tegas Rizqi.