Denpasar, 21 Mei 2025 – Institute for Essential Services Reform (IESR) bekerja sama dengan Dinas Ketenagakerjaan dan Energi Sumber Daya Mineral Provinsi Bali menggelar Jelajah Energi Bali, sebuah acara untuk menjelajahi potensi dan implementasi energi terbarukan di Pulau Dewata. Jelajah Energi Bali telah dilaksanakan mulai hari Selasa, 20 – 24 Mei 2025, yang diikuti oleh 38 peserta yang terdiri dari akademisi, komunitas, dan jurnalis.
Kepala Dinas Ketenagakerjaan dan Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Bali, I.B. Setiawan mengungkapkan bahwa Jelajah Energi Bali menjadi ajang untuk memahami lebih dalam mengenai berbagai aspek terkait energi terbarukan, termasuk pelibatan atau partisipasi masyarakat lokal dan juga kondisi sosial-politik di Bali mempengaruhi pengembangan energi terbarukan.
“Tanggung jawab dalam mewujudkan Bali sebagai tujuan destinasi wisata dunia yang berkualitas, berkelanjutan dengan berbasis pada energi bersih atau energi terbarukan harus dilakukan oleh semua pihak, baik Pemerintah Pusat, Provinsi, Kabupaten dan Kota, berbagai pemangku kepentingan, masyarakat dan adat. Melalui sinergi dan kolaborasi bersama, Pemerintah Provinsi Bali bersama CORE Udayana dan IESR sedang menyusun Peta Jalan Bali NZE 2045. Saat ini, melalui asistensi IESR, Pemerintah Provinsi Bali juga sudah mempunyai Peta Jalan 100 persen Energi Terbarukan di Nusa Penida pada tahun 2030. Implementasi peta jalan ini pasti memerlukan pelibatan masyarakat dan dukungan banyak pihak,” kata Setiawan.
Koordinator Program Bali Net Zero Emission (NZE) 2045, Muhamad Yudistira Rahayu menyatakan Jelajah Energi Bali dilakukan untuk memperlihatkan langsung bagaimana transisi energi diterapkan di lapangan. Program ini tidak hanya menghadirkan diskusi di ruang-ruang formal, tetapi mengajak masyarakat dan pemangku kepentingan untuk menyaksikan praktik nyata pemanfaatan energi bersih di berbagai wilayah di Bali.
“Di Bali, transisi energi memiliki makna yang lebih luas dari sekadar menurunkan emisi. Proses ini juga bertujuan melindungi sektor pariwisata agar tetap lestari, menciptakan lapangan kerja baru, dan memastikan masyarakat memiliki kendali atas sumber energi mereka sendiri. Dengan begitu, Bali tidak hanya menjaga kelestarian lingkungannya, tetapi juga memperkuat ketahanan daerah dan masyarakat terhadap perubahan iklim yang semakin nyata,” kata Yudistira.
Pada hari pertama, tim Jelajah Energi Bali mengunjungi PLTS Apung 100 kWp Waduk Muara, Pemogan, Kota Denpasar, PLTS Sensatia Botanicals dan PLTS Padma Resort Legian.
Inovasi Energi Bersih di Waduk Muara
PLTS Apung 100 kWp Waduk Muara merupakan salah satu proyek percontohan dalam upaya mendukung transisi energi bersih menuju Net Zero Emission (NZE) 2045. PLTS ini mulai dibangun menjelang KTT G20 sebagai bentuk showcase energi terbarukan Indonesia. Senior Manager PLN Indonesia Power UBP Bali, I Made Harta Yasa menuturkan energi yang dihasilkan oleh panel surya di lokasi showcase G20 langsung terhubung ke jaringan listrik PLN, sehingga listrik tersebut dapat langsung digunakan oleh masyarakat.
“Secara operasional, sistem ini berjalan normal. Kami menyalurkan sekitar 100 kWp ke jaringan PLN, yang kemudian disuplai ke sekitar 100 pelanggan. Di PLTS Apung Waduk Muara Nusa Dua, saat ini telah dipasang 228 modul panel surya. Namun, melihat potensi luas waduk yang masih besar, tidak menutup kemungkinan jumlah panel akan ditambah di masa mendatang untuk meningkatkan kapasitas daya,” jelas Harta Yasa.
Harta Yasa menekankan daya tahan PLTS Apung 100 kWp Waduk Muara ini terjaga berkat perawatan rutin yang dilakukan, meskipun harus menghadapi tantangan seperti kondisi cuaca. Selain itu, petugas secara berkala memastikan tidak ada gangguan dari sampah atau hewan yang bisa menghalangi kinerja panel.
“PLTS terapung ini menawarkan banyak keunggulan, seperti memanfaatkan lahan yang tidak terpakai di atas air, serta tidak mengganggu aktivitas masyarakat sekitar, termasuk nelayan. Bahkan, pembangunan dan operasionalnya melibatkan tenaga kerja lokal dan menjaga kolaborasi dengan warga sekitar untuk memastikan kebersihan waduk tetap terjaga,” kata Harta Yasa.
Sang Surya Menyala dari Sektor Bisnis
Semangat transisi energi tak hanya menyala di sektor publik, tapi juga menggema dari dunia bisnis. Dalam rangkaian Jelajah Energi Sumsel, rombongan berkesempatan meninjau dua inisiatif energi bersih dari sektor swasta: PLTS Padma Resort Legian dan PLTS Sensatia Botanicals, dua contoh nyata bagaimana bisnis mengambil peran aktif dalam mendukung energi terbarukan.
Suhedi Prawoto, Asisten Chief Engineer Padma Resort mengatakan PLTS Padma Resort Legian ini memiliki tiga lokasi pemasangan panel surya, yaitu di area transportasi, ruang mesin (pool room), dan gedung utama (main building) berkapasitas 388,1 kWp. Sebanyak 712 panel surya tersebar di tiga lokasi tersebut.
“Sistem ini mampu menyuplai hingga 70% dari kebutuhan energi di area tersebut. Pemanfaatan energi surya ini dimanfaatkan seperti untuk mendukung operasional laundry di area parkir, AC di pool room, serta operasional beberapa kamar dan lift di gedung utama,” tegasnya.
Menurut Suhedi, alasan dibalik pemasangan panel surya ini tidak hanya berkaitan dengan efisiensi energi, tetapi juga merupakan bagian dari kebijakan perusahaan yang mewajibkan setiap properti untuk menyediakan ruang bagi instalasi energi terbarukan. Tujuannya adalah mendukung program pemerintah dalam penggunaan energi bersih.
“Kontribusi PLTS mencapai sekitar 4–7 persen dari total konsumsi listrik harian, dan hingga 10 persen saat siang hari yang terik, dengan potensi penghematan biaya listrik sebesar puluhan juta rupiah per bulan,” katanya.
Sementara itu, di Sensatia Botanicals, produsen skincare lokal asal Bali, PLTS dimanfaatkan untuk mendukung proses produksi ramah lingkungan. Kunti Puspita Sari, Manajer Penjualan dan Pemasaran, Sensatia Botanicals menyatakan pihaknya telah melakukan berbagai inisiatif yang berfokus pada keberlanjutan dan pengurangan dampak lingkungan. Misalnya saja, pada tahun 2024, pihaknya telah berhasil mendaur ulang sebanyak 65.000 botol melalui program “Bring Back Your Empties“.
“Tidak hanya itu, lebih dari 60 persen tim Sensatia berasal dari Karangasem, Bali, yang merupakan tempat awal berdirinya perusahaan ini, menunjukkan komitmen kami untuk memberdayakan komunitas lokal. Kami juga telah mengganti hingga 70% penggunaan energi non-terbarukan dengan tenaga surya di seluruh operasional sebagai upaya untuk beralih ke energi bersih,” ujar Kunti.
Lebih lanjut, Kunti menyatakan, pihaknya juga telah menggunakan sistem PLTS sebanyak 78 unit dengan kapasitas 575Wp per panel, dilengkapi dengan inverter hybrid 40 kW dan baterai lithium-ion Deye sebanyak 8 unit dengan kapasitas 5,12 kWh masing-masing. Sistem ini memiliki kapasitas penyimpanan baterai sebesar 41 kWh dan kapasitas total 45 kWp untuk panel surya.
“Dengan sistem ini, kami mampu menghasilkan energi listrik harian rata-rata sebesar 197 kWh dan menghemat biaya listrik hingga sekitar Rp107.500.000 per tahun. Selain itu, upaya ini juga berkontribusi pada pengurangan emisi karbon sebesar 47,5 ton CO2 setiap tahunnya,” jelas Kunti.