Tangerang Selatan, 23 Mei 2022 – Transisi energi merupakan sebuah agenda global yang dampaknya akan dirasakan dalam jangka waktu menengah-panjang. Melakukan riset, perjanjian, dan perumusan kebijakan merupakan berbagai upaya demi mendesak para pemangku kepentingan untuk melakukan sebuah aksi pada masa “sekarang” yang berdampak dalam waktu dekat. Tentu dalam jangka panjang, transisi energi yang berkeadilan perlu terus didorong dan dilaksanakan sebagai upaya mitigasi perubahan iklim.
Namun, pernahkah kita berpikir bahwa di masa depan, siapakah pihak yang paling terdampak dari pelaksanaan transisi energi? Tentu saja, generasi muda. Dengan demikian, adalah adil rasanya untuk sedari dini mengajarkan mereka untuk memahami konsep transisi energi. Sebab, kelak, para pembuat kebijakan pada 2060, tahun di mana Indonesia menargetkan tercapainya net-zero emission, sekarang ini masih duduk di bangku sekolah.
Sebagai upaya nyata yang didasarkan pada pemahaman tersebut, proyek Clean, Affordable, and Secure Energy for Southeast Asia (CASE) di Indonesia mengadakan kegiatan bertajuk “Teaching for Future” yang dilakukan di Sekolah Santa Ursula BSD, tepatnya untuk murid-murid Kelas IX. Pada kegiatan ini, CASE berupaya untuk menanamkan pola pikir transisi energi dengan menginisiasi diskusi dan kegiatan belajar-mengajar aktif yang melibatkan siswa-siswi murid Sekolah Santa Ursula BSD.
Hal yang dilakukan oleh CASE ini sejalan dengan upaya Sekolah Santa Ursula BSD dalam menanamkan pemahaman dan pendidikan mengenai perubahan iklim semenjak dini sebagaimana disampaikan oleh Ibu Irene Rosmawati, Kepala Sekolah Santa Ursula BSD.
“Sekolah Santa Ursula secara aktif dan sistematis memberikan kegiatan belajar-mengajar terkait isu-isu perubahan iklim dan energi terbarukan. Hal ini diharapkan agar siswa-siswi memiliki pemahaman sebagai modal awal aksi nyata mereka di masa depan.”
Pada kegiatan Teaching for the Future tersebut, CASE mengundang George Hadi Santoso, Vice President Xurya Daya Indonesia, sebuah perusahaan penyedia jasa instalasi dan pengadaan sistem panel surya atap, untuk hadir secara langsung dan berdiskusi dengan siswa-siswi di Sekolah Santa Ursula.
“Saya mengapresiasi secara khusus Sekolah Santa Ursula BSD dan CASE Project yang menginisiasi kegiatan ini dalam upaya mendukung proses transisi energi secara jangka panjang. Besar harapan saya, kehadiran saya disini bisa menjadi inspirasi untuk adik-adik dalam memilih karir dalam bidang green jobs di masa depan,” ujar George membuka sesi diskusi di dalam kelas.
Sekolah Santa Ursula BSD merupakan sekolah yang sudah berinisiatif dan sedang dalam proses instalasi Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) atap dengan kapasitas setidaknya lebih dari 1 Megawatt peak (MWp). CASE Indonesia melihat inisiatif ini sebagai aksi nyata sekolah dalam mendukung transisi energi di Indonesia. Selain itu, CASE Indonesia berharap inisiatif ini dapat menjadi contoh riil untuk siswa-siswi terkait pemanfaatan energi terbarukan dan bagaimana aktor non-pemerintah dapat berperan untuk mendukung transisi energi. Berangkat dengan semangat yang sama (aksi nyata memerangi perubahan iklim), CASE dan Xurya juga mengajak murid-murid untuk memahami hal-hal lain yang dapat dilakukan di usia mereka untuk mendukung transisi energi, misalnya kebiasaan hemat energi.
Temuan yang menarik selama kegiatan berlangsung disampaikan oleh Agus Praditya Tampubolon, Manajer Program CASE dari IESR.
“Menarik sekali bagaimana murid-murid sekolah menengah pertama dapat berfikir jauh terkait implementasi energi terbarukan, contohnya kami ditanyakan mengenai resiko ketergantungan impor panel surya jika Indonesia memanfaatkan energi surya secara intensif. Temuan seperti ini, bahwa murid-murid dapat berfikir jauh kedepan kami harapkan menjadi pertanda baik atas upaya transisi energi di Indonesia pada masa mendatang,” jelas Agus di akhir acara.