Menilik Integrasi Penilaian Kinerja Pengelolaan Lingkungan Perusahaan dalam Taksonomi Berkelanjutan

Farah Vianda

Jakarta, 25 April 2024- Pembangunan berkelanjutan di Indonesia perlu disertai kegiatan ekonomi yang memperhitungkan aspek lingkungan hidup dan sosial. Untuk mendukung hal tersebut, Pemerintah Indonesia, melalui Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mentransformasi Taksonomi Hijau Indonesia Edisi 1.0 menjadi Taksonomi untuk Keuangan Berkelanjutan Indonesia (TKBI) pada Februari 2024.  Taksonomi untuk Keuangan Berkelanjutan Indonesia (TKBI). merupakan klasifikasi aktivitas ekonomi yang bertujuan mendukung upaya pembangunan berkelanjutan di Indonesia, dengan menyeimbangkan aspek ekonomi, lingkungan hidup, dan sosial. Di sisi lain, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) memiliki Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan Dalam Pengelolaan Lingkungan (PROPER) untuk menilai performa pengelolaan lingkungan oleh perusahaan-perusahaan. Penilaian PROPER meliputi tingkat yang tertinggi dan terendah dalam pengelolaan lingkungan. Bahkan perusahaan yang mendapatkan dua kali penilaian terendah dapat dituntut dan pencabutan izin usaha.

Farah Vianda, Koordinator Pembiayaan Berkelanjutan dari Institute for Essential Services Reform (IESR), menjelaskan dengan memasukkan persyaratan PROPER ke dalam syarat TKBI, diharapkan implementasi TKBI di tingkat industri dapat berjalan lebih baik. Hal ini juga dapat menjadi motivasi bagi pelaku usaha yang masih minim pengetahuan terkait TKBI.

“Dengan banyaknya sektor energi dan pertambangan yang terlibat dalam PROPER, hal ini dapat meningkatkan ketaatan lingkungan dari perusahaan-perusahaan tersebut. PROPER menjadi salah satu indikator penting dalam penentuan kegiatan usaha apakah sudah masuk ke kategori hijau atau belum. Sementara di TKBI, masih dilakukan secara self assesment oleh lembaga keuangan dan sedangkan PROPER dinilai oleh KLHK dan sudah mengikuti langkah tertentu,” ungkap Farah dalam Webinar Ailesh Beyond Compliance: Menavigasi TKBI Melalui PROPER pada Kamis (25/4/2024).

Namun demikian, Farah menambahkan, secara umum sejauh ini pelaksanaan PROPER tidak bersifat mengikat dan tidak wajib dilakukan. Menurut Farah, banyak perusahaan yang mendaftar hanya untuk mendapatkan peringkat tertinggi dari PROPER sehingga meningkatkan reputasi perusahaan, terutama dalam menarik sumber pendanaan hijau.

“Dengan kondisi demikian, belum ada keterikatan yang kuat antara PROPER dan TKBI. Dengan TKBI yang hanya bersifat panduan, belum menjadi “mandatory” dalam mengklasifikasi usaha. Sehingga dalam kondisi ini, PROPER belum menjadi faktor penarik yang cukup kuat untuk mendorong penerapan TKBI secara lebih luas,” kata Farah.

Taksonomi Keuangan Berkelanjutan Indonesia, PROPER, OJK, KLHK, pembangunan berkelanjutan, keuangan berkelanjutan, penilaian kinerja lingkungan, perusahaan hijau, ESG

Share on :

Leave a comment