Jakarta, 29 Agustus 2025 – Krisis iklim yang semakin nyata menuntut adanya tindakan segera untuk mengurangi dampak negatif yang ditimbulkan oleh emisi gas rumah kaca. Salah satu gas yang memiliki dampak signifikan namun sering kali diabaikan adalah gas metana. Meskipun konsentrasi gas metana di atmosfer tidak sebesar gas karbon dioksida (CO₂), intensitas pemanasannya jauh lebih tinggi. Gas ini dapat menyebabkan pemanasan global yang sangat cepat, mencapai 80 kali efek pemanasan CO₂ meskipun volumenya lebih kecil dan waktu tinggal yang lebih pendek di atmosfer. Oleh karena itu, pengurangan emisi metana menjadi salah satu langkah krusial dalam upaya global mengatasi perubahan iklim. Hal ini diungkapkan Fabby Tumiwa, Chief Executive Officer (CEO) Institute for Essential Services Reform (IESR) dalam Lokakarya Peluang Strategis Pengurangan Emisi Metana dalam Mendukung Target Second NDC dan Emisi Nol Bersih pada Jumat (29/8).
“Gas metana terutama berasal dari sektor pertanian, limbah sampah dan energi. Sektor pertanian, misalnya, merupakan penyumbang utama metana melalui aktivitas seperti peternakan dan pengelolaan limbah pertanian. Di sektor energi, metana terkandung dalam gas alam dan sering kali dilepaskan sepanjang rantai produksi mulai dari pengeboran, transportasi, hingga distribusi gas. Konsentrasi gas metana di atmosfer sangat mempengaruhi upaya pengurangan emisi gas rumah kaca secara keseluruhan. Oleh karena itu, pengendalian emisi metana merupakan langkah yang sangat penting untuk menanggulangi pemanasan global,” tegas Fabby.
Tazkia Harijanto, Staf Program Kebijakan Iklim, IESR menyatakan nilai emisi metana di Indonesia bervariasi dari berbagai sumber data. Ketidakseragaman nilai emisi metana yang dilaporkan berbagai sumber data mengindikasikan perlunya metodologi inventarisasi dan penyusunan pelaporan dengan standar nasional sehingga dapat mengetahui nilai emisi baseline, menentukan target penurunan emisi metana dan strategi pelaksanaannya. Untuk mengurangi emisi metana, terdapat peluang besar di sektor energi. Pengurangan emisi di sektor energi ini dapat dilakukan dengan cara mendeteksi dan memperbaiki kebocoran serta memulihkan gas buangan untuk dimanfaatkan. Selain itu, peningkatan kontrol emisi juga dapat membantu menurunkan dampak dari sektor ini.
“Dengan mengetahui sumber emisi fugitif, sektor energi dapat mengurangi emisi metana sembari mengurangi kehilangan ekonomi. Pada sektor agrikultur, penggunaan emisi metana dapat memanfaatkan sebagai sumber energi lainnya. Komitmen Indonesia pada Global Methane Pledge memungkinkan untuk membuka peluang pendanaan iklim internasional dan akses teknologi terbaru, yang dapat mempercepat transisi energi dan mendukung inovasi di sektor pertanian dan limbah,” kata Tazkia.
Haruki Agustina, Direktur Mitigasi Perubahan lklim, Kementerian Lingkungan Hidup menuturkan untuk mengurangi emisi metana, Indonesia menerapkan berbagai strategi mitigasi, terutama dalam sektor pertambangan batu bara dan migas. Pada sektor migas, strategi mitigasi yang dilakukan adalah pembatasan flaring rutin, sesuai dengan Permen ESDM No 17/2021 dan pembatasan serta pelaporan volume pembakaran gas suar. Dilakukan optimalisasi pemanfaatan gas bumi untuk kebutuhan rumah tangga seperti jargas dan konversi minyak tanah ke LPG, serta pada sektor transportasi, bahan bakar angkutan umum.
“Di lain sisi untuk sektor minyak dan gas, terdapat strategi mitigasi dalam pengurangan emisi melalui pembangunan PLTS serta kendaraan listrik operasional, kompensasi karbon, diverifikasi ke PLTB, PLTA, PLTMH dan biogas serta Global Methane Initiative (GMI) menjadi strategi dalam mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil,” kata Haruki.
Sementara itu, Hismiaty Bahua, Periset Teknologi Industri Ekologi Berbasis Rekayasa Hijau, Badan Riset dan Inovasi Nasional menuturkan penerapan mitigasi metana yang efektif dengan memanfaatkan limbah pertanian dan industri. Misalnya,limbah cair dari industri kelapa sawit (POME) dan limbah pertanian lainnya dapat diolah menjadi biogas yang bisa digunakan untuk menghasilkan listrik dan biomethane (BioCNG) untuk bahan bakar kendaraan. Sumber lainnya berasal dari sampah makanan dan kotoran hewan, yang juga dapat diproses untuk menghasilkan biogas dan pupuk organik.
“Mitigasi metana memiliki peran krusial dalam mencapai target Net Zero Emissions (NZE) pada tahun 2060 atau lebih cepat. Tanpa pengurangan emisi metana, target kenaikan suhu global sebesar 1,5°C sulit tercapai. Mengurangi emisi metana dapat berkontribusi pada penurunan suhu global hingga 0,1°C pada tahun 2050, yang sangat penting untuk mencegah dampak perubahan iklim yang lebih parah. Penurunan konsumsi bahan bakar fosil juga berperan dalam pengurangan emisi metana. Oleh karena itu, meskipun konsumsi bahan bakar fosil sudah berkurang, pengurangan emisi metana masih memerlukan upaya yang lebih besar,” kata Hismiaty.